Harlan

Bahasa Melayu Berpeluang Jadi Bahasa Kedua ASEAN

Cagayan de Oro – Kecenderungan bahasa Indonesia (Melayu) sebagai bahasa resmi kedua dalam lingkup ASEAN setelah bahasa Inggris tampak makin membesar dengan makin banyak peminatnya di kawasan ASEAN, khususnya di Filipina.

“Selamat pagi bapak-bapak dan ibu-ibu, selamat datang di Filipina. Apa kabar anda semua,” kata Sekretaris Kepresidenan Filipina untuk Bidang Komunikasi, Herminio B. Coloma, Jr. saat membuka Forum Media BIMP-EAGA (Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippnies/East Asia Growth Area) di Cagayan de Oro, Mindanao, Flipina Selatan, Rabu.

Coloma melontarkan kalimat-kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia cukup pasih sebelum menggunakan bahasa Inggris kepada para peserta forum dari Brunei, Indonesia, Malaysia dan Filipina itu. Forum diselenggarakan paralel dengan pertemuan tingkat menteri ke-16 BIMP-EAGA di kota ini.

Coloma, yang jabatannya setingkat menteri dalam kabinet pemerintah Filipina itu, menambahkan bahwa media dan kerja sama para komunikator di kawasan setiga pertumbuhan BIMP-EAGA sangat penting guna mendorong percepatan laju pertumbuhan sebagaimana diharapkan.

Dikatakannya, BIMP-EAGA yang dibentuk sejak 1994 itu akhir-akhir ini makin berbentuk sebagai sebuah pusat pertumbuhan bersama bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya. BIMP-EAGA merupakan uji coba bagi suksesnya integrasi ASEAN secara keseluruhan sehingga diharapkan wadah kerjasama ini berjalan baik.

Soehardi, staf bidang informasi di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Davao, ibukota Provinsi Mindanao mengatakan, akhir-akhir ini banyak warga Filipina yang datang ke KJRI untuk belajar bahasa Indonesia. Jumlah peminat bahasa Indonesia pun terlihat makin menguat.

Soehardi menambahkan ada kesadaran di kalangan warga Filipina, teristimewa di kawasan selatan negara ini, bahwa jika mereka bisa berbahasa Indonesia, maka bahasa itu akan bisa dimengerti dan digunakan di sedikitnya empat negara anggota ASEAN lainnya, yakni Brunei, Malaysia, Singapura dan Thailand (selatan).

Selain di empat negara ASEAN itu, di Kamboja, Laos dan Vietnam sebagian warganya dari suku Champ juga bisa mengerti bahasa Melayu, yang berakar sama dengan bahasa Indonesia.

“Bahasa Indonesia dipandang menarik dan penting karena penggunanya mendekati 300 juta orang di kawasan ASEAN,” kata Soehardi yang kerap juga menjadi guru bahasa Indonesia dengan mendatangi langsung daerah-daerah yang membutuhkannya di Filipina selatan. Perusahaan-perusahaan di Filipina juga mulai mencari karyawan yang bisa berbahasa Indonesia.

BIMP-EAGA yang merupakan kerangka kerja dalam ASEAN mengadakan pertemuan tingkat menterinya yang ke-16 di Cagayan de Oro mulai 18-21 Oktober. Menko Perekonomian Hatta Rajasa semula dijadwalkan mewakili Indonesia dalam pertemuan ini, namun batal dan diwakili oleh Raldi Hendro Koestor, Staf Ahli Menko Perekonomian. [Antara]


Leave a Comment