Harlan

Prancis Susun Undang-Undang Genosida Baru

Paris-Presiden Prancis Nicolas Sarkozy memerintahkan pemerintahannya untuk merancang kembali undang-undang baru untuk memberikan sanksi bagi penyangkalan warga Armenia oleh Kesultanan Ottoman Turki pada masa Perang Dunia I.

Seorang warga Turki berunjuk rasa di depan kantor Konsulat Prancis di Istanbul.

Rancangan baru ini diperlukan setelah Mahkamah Konstitusi Prancis membatalkan undang-undang genosida yang sebelumnya sudah disetujui majelis rendah dan majelis tinggi negeri itu.

“Dengan menghukum mereka yang menolak adanya kejahatan yang diakui para legislator maka para legislator itu telah melakukan serangan terhadap kebebasan berekspresi,” demikian amar putusan Mahkamah Konstitusi Prancis.

Uji materi undang-undang ini sebelumnya diajukan lebih 130 senator dan anggota parlemen dari berbagai aliran politik. Pemerintah Turki yang menjadi sasaran undang-undang tersebut menyambut baik keputusan Mahkamah Agung Prancis.

Apalagi undang-undang genosida itu sempat membuat hubungan kedua negara memanas. Namun, pemerintah Prancis menyatakan sangat kecewa dan sedih karena gagal mengimplementasikan undang-undang genosida itu.

“Presiden Republik (Prancis) menganggap bahwa penyangkalan genosida tak bisa ditolerir dan harus dijatuhi sanksi. Presiden meminta pemerintah mempersiapkan rancangan undang-undang baru untuk menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi,” demikian pernyataan resmi kantor Presiden Prancis.

Pembekuan Hubungan

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu menyatakan kabinet pemerintahan Turki akan memutuskan apakah segera memulihkan hubungan ekonomi, politik dan militer dengan Prancis yang dibekukan sejak undang-undang genosida diterbitkan pada 23 Januari lalu.

Terbitnya undang-undang itu sempat menyulut aksi unjuk rasa warga Turki baik di Paris maupun di Ankara, sebelum Turki membekukan kerjasama ekonomi dan militer dengan Prancis.

Pemerintah Turki berpendapat terkait tragedi yang terjadi di Turki Timur pada 1915-1916 menjadi ranah para sejarawan. Turki juga menyatakan undang-undang baru itu memberangus kebebasan berpendapat.

Pembantaian itu terjadi saat Kesultanan Ottoman pecah yang mengakibatkan sedikitnya 1,5 juta orang tewas. Namun Turki menyatakan jumlah korban tewas jauh lebih kecil.

Pemerintah Prancis sudah mengakui terjadinya pembantaian bersama dengan Argentina, Belgia, Kanada, Italia, Rusia dan Uruguay.

Amerika Serikat, Inggris, Israel dan beberapa negara lain mengakui kejadian itu namun tidak menggunakan istilah pembantaian.

Prancis sendiri diketahui memiliki sekitar 500.000 warga etnis Armenia dan sedikitnya 550.000 warga keturunan Turki.[bbc]

 

Fakta Turki dan Prancis

*Prancis adalah pasar ekspor terbesar kelima bagi Turki dan pengimpor terbesar keenam ke Turki.

*Volume perdagangan 2010: 11.6 miliar euro dengan surplus sebesar 862 juta euro untuk Prancis.

* Sekitar 350 perusahaan Prancis aktif di Turki pada 2010.

* Sebanyak 550,000 warga Turki tinggal di Prancis sementara itu hampir 930,000 turis Prancis mengunjungi Turki pada 2010.