Boy Nashruddin Agus

Senat Mahasiswa Pascasarjana IAIN Keluhkan Sikap Legislatif Banda Aceh

Banda Aceh – Senat Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry pertanyakan qanun Aqidah Akhlak yang tidak mendapat respon positif dari Walikota Banda Aceh. Bahkan, qanun yang disodorkan oleh pihak legislatif ini, sampai sekarang belum ditandatangani sama sekali dan tidak dimasukkan dalam RAPBK TA 2012 Kota Banda Aceh.

“Saya tidak mengerti kenapa Qanun Akidah Akhlak tidak ditanda tangani. Apakah urusana Aqidah dan Akhlak tidak penting? Sudah begini rusak moral remaja kenapa masih dibutuhkan diskusi panjang tentang hal tersebut?” ketus Ketua Senat Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Ranirry, Teuku Zulkhairi, Minggu (18/12).

Ia menyayangkan nasib qanun tersebut dan mempertanyakan kenapa bisa sebagian fraksi yang notabene anggota dewan muslim, justru menganulir keputusannya sendiri yang sdh disepakati dalam paripurna DPRK.

“Terasa aneh sekali, karena di satu sisi Pemko Banda Aceh sangat gencar melakukan Razia Syariat, menangkap komunitas Punk, menangkap aktivis aliran sesat, razia lokasi maksiat, salon, hotel yang terindikasi membuka praktek mesum. Tapi di sisi lain, ketika ada Qanun Aqidah Akhlak yang diharapkan menjadi upaya preventif (pencegahan) lewat jalur pendidikan, di sekolah bagi timbulnya pelanggaran dan kemaksiatan di Banda Aceh khususnya, Eksekutif di Banda Aceh pun enggan menandatanginya,” tambah Zulkhairi.

Katanya, urusan Akidah dan Akhlak sesungguhnya bukan urusan sesaat. Maka, lahirnya Komisi Akidah Akhlak seharusnya tidak perlu dihalang-halangi dengan alasan apapun. Zulkhairi mengatakan, jika alasannya akan berbenturan dengan program Dinas Pendidikan dan Dinas Syariat Islam lalu qanun tersebut tidak disahkan, maka ini sangat tidak masuk akal.

Menurutnya, kalau pihak Legislatif berinisiatif pada pola pelaksanaannya dititip pada dinas-dinas, itu adalah pola lama yang kurang berhasil.

Zulkhairi menganjurkan, sudah semestinya ada  komisi khusus yang menangani permasalahan aqidah akhlak, seperti KPK yang dilahirkan karena korupsi sudah merajarela dan tidak sanggup ditangani oleh institusi yang sudah ada.

“Seharusnya Pemko tidak perlu takut dengan hadirnya Komisi ini. Bukankah Komisi Akidah Akhlak yang akan lahir nanti sifatnya bukan temporer sebagaimana KPI-PAI yang berjalan selama ini yang hanya bentukan eksekutif.  Artinya Komisi Akidah Akhlak lebih urgen serta lebih mungkin leluasa dalam bekerja karena dibentuk oleh legsilatif, seharusnya semua stakeholder itu juga bisa bekerjasama,” lanjutnya.

Ia menambahkan, jika alasanya akan menguras anggaran sangat tidak masuk akal sebab Pemko dalam penelusuran Senat Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Ranirry tersebut, tidak mengalokasikan anggaran yang makimal untuk Dinas Syariat Islam.

“Lagian, alokasi anggaran lebih besar pada sektor lain meskipun Banda Aceh sedang digadai-gadai menjadi Bandar Wisata Islami. Kenapa persoalan anggaran dijadikan masalah, bukankah jika moral yang rusak harga yang harus kita tembus lebih mahal,” pungkas Zulkhairi.[rel]