Qaid Arkana

SMUR: Ada Kandidat Lakukan Kampanye Terselubung

Banda Aceh- Aktivis Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) mendesak panwaslu untuk memantau adanya aktivitas kampanye terselubung para calon kepala daerah di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh.

Ketua Komite Pimpinan Wilayah SMUR Aceh Barat Zulhelmi Ridwan di Meulaboh, Senin (23/1) mengatakan, kampanye terselubung para calon bupati/wakil bupati dan gubernur/wakil gubernur itu dinilai sudah sangat meresahkan masyarakat.

“Kalau panwaslu terus membiarkan adanya aktivitas kampanye para calon kepala daerah, kita khawatir ini akan mengarah kepada konflik internal mereka sendiri, seharusnya panwaslu turun dan memberikan sanksi bagi yang sudah jelas-jelas kedapatan,” katanya menegaskan.

Ia menjelaskan, hal itu jelas sangat melanggar etika demokrasi, karena pemerintah sudah menetapkan masa kampanye dimulai 30 Januari 2012 dan hal itu juga belum pasti masih dalam wacana.

Menurut Zulhelmi, prilaku menyimpang dilakukan para calon kepala daerah ini meskipun dalam skala kecil namun dampaknya akan membesar saat implementasi kepemerintahannya kedepan usai terpilih menjadi kepala daerah priode 2012-2017.

“Ini merupakan ciri-ciri pemimpin bertopeng atau koruptor, jelas-jelas belum sampai masanya berkampanye sudah mencuri waktu dan pastinya akan menjadi sebuah penyakit yang kronis nantinya,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan, pihak pengawas tidak hanya cukup melakukan penurunan spanduk dan baliho yang terpajang sebelum waktunya, namun yang lebih fatal adalah kampanye terang-terangan mengadakan pertemuan dengan masyarakat.

Ia menyebutkan, dari sejumlah lokasi pantauannya kalangan mahasiswa ini, kandidat sudah mulai menaburkan janji dalam acara formal bersama masyarakat, bahkan ada yang sudah membagikan selebaran pasangan lengkap dengan nomor urut yang harus dicoblos masyarakat.

Menurut aktivis mahasiswa yang akrap disapa bogel ini, para calon kepala daerah yang maju pada pilkada, bukanlah orang bodoh yang tidak mengetahui aturan main, namun mereka melanggar etika demokrasi karena tidak ada satupun pihak yang berani menindaknya.

“Dan saya yakin pula, kalau panwaslu juga mengetahui permainan ini, namun dengan alasan serba keterbatasan mereka belum mampu melakukan sebuah tindakan, jadi bagaimana hukum di negara Indonesia ini dapat ditegakkan?,” katanya.[Antara]