Bendungan Raksasa di Jiem-jiem

Harlan

SEBUAH bendungan raksasa dibangun di Kampung Jiem-jiem, Bandar Baru pada tahun 1989. Bendungan Cubo-Trienggadeng itu untuk mengairi lahan sawah seluas 2000 hektar di tiga Kecamatan di Pidie Jaya, yaitu Bandar Baru, Panteraja dan Trienggadeng. Pembagian air menggunakan sistem buka-tutup melalui tiga pintu di bendungan itu. Pun begitu, persoalan air selalu menjadi masalah utama bagi masyarakat, terutama di musim kemarau.

Sawah di Kayee Jatoe dan Blang Sukon rata-rata sawah tadah hujan. Masyarakat di sana bercocok tanam dua kali dalam setahun. Pada tanam musim gadu sering memunculkan persoalan, karena persediaan air di Krueng Cubo tidak mencukupi. Malah, sering kali terjadi sengketa pengelolaan air dan berbuntut munculnya masalah di masyarakat.

“Bila musim kemarau, kami kesulitan air. Debit air Krueng Cubo tidak cukup untuk mengairi sawah-sawah,” kata M. Yunus, Keuchik Blang Sukon saat pelatihan Training of Trainer. Tapi, bila musim penghujan tiba, debit air melimpah. Airnya pun keruh.

Keuchik Kayee Jatoe, M. Yusuf, mengeluhkan praktik penebangan liar yang marak akhir-akhir ini. “Hutan terus ditebang di atas kampung kami,” katanya. Menurut dia, para pelaku merupakan orang berpangkat dan dilindungi oleh orang-orang kuat, salah satunya dilakukan oleh aparat keamanan dari Kompi Batalyon 113/Jaya Sakti. “Penebangan liar itu telah membuat kawasan hutan menjadi rusak parah,” lanjutnya.

Praktik penebangan liar itu mulai membawa dampak buruk bagi lingkungan. Di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Cubo sering terjadi longsor. Banyak lahan masyarakat tergerus air sungai, sementara upaya pemulihan tidak pernah dilakukan. Masyarakat menduga, krisis air dan cuaca panas terjadi karena penebangan liar. Gara-gara masalah air yang sering krisis itu, kohesi sosial masyarakat menjadi rusak. “Tidak pernah masyarakat kita bertengkar karena masalah air,” katanya.

Padahal, sejak dulu masyarakat memiliki prinsip yang hidup subur di antara mereka, bahwa dengon tajaga ie petani makmu. Menurut Mukim Kaoy, mantan Mukim Cubo, kegiatan pertanian sangat bergantung pada ketersediaan air. Sebelum mulai turun ke sawah, masyarakat bergotong-royong membersihkan krueng (sungai) untuk kelancaran air. Bagi mereka, menjaga hutan dan daerah aliran sungai sama pentingnya. “Itu langkah untuk menjaga ketersediaan air bagi kebelanjutan hidup manusia,” jelasnya.

Tidak ada masyarakat yang ribut-ribut soal uang. Dulu, mukim tidak bicara soal uang, tapi bagaimana menjaga agar tidak muncul konflik di antara masyarakat, sengketa antar kampung. Lembaga Mukim benar-benar sangat berwibawa. “Tak ada kegiatan yang berhenti karena masalah dana,” tandasnya. []

Image source: 1, 2

Leave a Comment