Cut Kak dan Pliek U
Mentari pagi menyeruak dari celah jendela kontrakanku. Warnanya yang keemasan memancing gairah setiap hamba untuk terus berpacu mengarungi hari, seakan tak peduli suatu hari nanti mentari akan berganti warna.
Mentari pagi menyeruak dari celah jendela kontrakanku. Warnanya yang keemasan memancing gairah setiap hamba untuk terus berpacu mengarungi hari, seakan tak peduli suatu hari nanti mentari akan berganti warna.
Baca dulu Suatu Sore di Musim Gugur (1) Duduk dua jam membolak balik buku Gramatica Italiana membuat punggungku kebas. Aku berdiri dan berjalan-jalan mengitari ruang tamu apartemen kecil kami untuk menyegarkan otot-ototku. Kata orang duduk lama memang tidak bagus pada kesehatan. Tapi menurutku bukan hanya tidak bagus bagi kesehatan, tapi juga tidak bagus bagi “mata”, ...
Suatu hari beberapa minggu yang lalu. Sebuah bungkusan plastik biru tergeletak di pinggir trotoar, kuabaikan saja dan aku terus berjalan. Memoriku mengatakan di dalam plastik itu ada kertas yang sangat familiar dimataku. Aku tidak peduli, terus melangkah.
Nurul masuk kamar sebentar. Ah, tersenyum malu-malu dia. Lantas buru-buru keluar lagi. Semenit sebelumnya ia sempat masuk kamar juga dan menyodorkanku selembar sarung motif kotak-kotak cap Gajah Duduk. “Bentar, ke belakang dulu. Abang udah ke belakang?” tanyanya.
Angin membawa aroma asin. Angin menerbangkan amis ikan hingga ke tengah perkampungan. Angin menyibak gemawan dan mempertegas bulan sabit dan gemintang, pertanda kapan nelayan akan berangkat ke lautan. Angin membawa kedamaian, kemarahan, hingga hawa mesum persenggamaan. Termasuk membawa segenap perasaan yang kukemas dalam peti es bersama ikan. Angin juga menyeret sampan nelayan hingga ke tengah ...