Satu blok lahan gambut, termasuk di dalamnya areal izin perkebunan sawit PT Kalista Alam seluas 1.065 hektar di Nagan Raya yang izinnya diberikan oleh Gubernur Irwandi Yusuf telah dihilangkan sebagai areal moratorium.
Hal itu terlihat dalam revisi pertama atas peta indikatif moratorium pemberian izin baru pada hutan alam dan lahan gambut melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 7416/Menhut-VII/IPSDH/2011 tertanggal 22 November 2011. SK tersebut telah meloloskan izin perkebunan sawit yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di areal lahan gambut yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai areal moratorium.
“Peta indikatif moratorium pada lembar 0519 tersebut telah menghilangkan warna merah pada blok areal izin sawit yang diterbitkan gubernur Aceh,” ujar Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Elfian Effendi, dalam rilis yang diterima AcehCorner.Com, Senin (12/12).
Menurut Elfian, luas areal lahan gambut yang dihilangkan warna merahnya itu melebihi luas areal izin sawit yang diterbitkan Irwandi.
Karena itu, kata Elfian, pihak Greenomics meminta Kuntoro Mangkusubroto, Ketua Satgas REDD+ untuk memberikan penjelasan ke publik soal ini dalam kapasitasnya menjalankan fungsi pemantauan pelaksanaan moratorium.
Elfian mengungkapkan, pada 8 Desember 2011, Kuntoro mengatakan lewat Kantor Berita Reuters bahwa membuka lahan gambut Kuala Tripa, lokasi areal izin sawit yang diterbitkan Irwandi merupakan suatu kesalahan berat.
“Kuntoro juga mendesak agar Pemerintah Provinsi Aceh meninjau ulang izin tersebut dan mencari lahan alternatif untuk pembangunan sawit,” jelas Elfian.
Menurut Elfian, pernyataan Kuntoro tersebut ternyata bertolak belakang dengan revisi pertama peta indikatif moratorium, yang justru menghilangkan areal izin konsesi sawit yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh tersebut dari blok lahan gambut yang pada peta indikatif moratorium sebelumnya (17 Juni 2011) telah ditetapkan sebagai areal moratorium.
“Bahkan, Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto telah menyatakan bahwa izin sawit yang diterbitkan Gubernur Aceh itu melanggar peta moratorium. Tapi, mengapa justru Menhut menghilangkan areal izin sawit tersebut sebagai areal moratorium pada revisi peta indikatif moratorium? Fakta ini sangat memalukan. Pelaksanaan moratorium tak bersinergi dan koordinasinya sangat buruk,” tegas Elfian.
Sementara itu, lanjut Elfian, Duta Besar Norwegia Eivind Homme juga mengatakan lewat Kantor Berita Reuters pada 8 Desember 2011 bahwa dia kaget mendengar berita soal pelanggaran moratorium oleh Gubernur Aceh terkait dengan penerbitan izin sawit tersebut, dan meminta pemerintah pusat untuk melakukan investigasi.
“Dengan telah dihilangkannya areal izin sawit itu sebagai areal moratorium pada revisi peta indikatif moratorium, maka justru pemerintah pusat harus melakukan investigasi terhadap dirinya sendiri, mengapa terjadi penghilangan itu,” jelas Elfian. [mar]