Muhammad Iqbal Dj

Iqbal DJ, dari Relawan PMI ke Kursi DPRK Pidie

Taufik Al Mubarak

Pada medio Januari lalu, saya ngopi bareng Muhammad Iqbal Djafar di sebuah warung kopi di bilangan Lampaseh Kota, Banda Aceh. Saat itu dia bersama seorang teman. “Dia pemancing mania,” kata Iqbal memperkenalkan temannya. Iqbal Dj, demikian mantan Ketua KSR PMI IAIN Ar Raniry ini disapa, tahu bahwa saya suka mancing.

Selama satu jam lebih kami bicara soal mancing, jenis-jenis ikan dan pengalaman masing-masing ketika memancing. Sama sekali tidak bicara soal politik, apalagi soal copras-capres. Seakan kami sudah sepakat, pertemuan itu tidak boleh dirusak dengan obrolan yang terlampau berat. Saya pun menahan diri untuk menanyakan soal niatnya maju kembali sebagai caleg dalam Pemilu 2019, seperti lima tahun lalu.

Saya kenal Muhammad Iqbal Djafar sudah lama, sejak tahun 1997. Kami sama-sama sekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Sigli. Bahkan, saat kelas 1 kami sudah satu ruang meski beda meja. Lulus dari MAN tahun 2000, kami sama-sama melanjutkan kuliah ke IAIN Ar Rani di Banda Aceh. Dan, lagi-lagi kami bertemu dalam satu ruangan kuliah: sama-sama di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Ketika itu, kami terobsesi menjadi wartawan, profesi yang menurut kami keren itu.

Akhir tahun 2000, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEMA) IAIN Ar Raniry membuat pelatihan jurnalistik untuk calon wartawan Ar Raniry Post, tabloid mahasiswa yang sudah lama vakum. Para calon wartawan itu disiapkan sebagai punggawa dan pengelola tabloid. Rupanya, Muhammad Iqbal juga menjadi salah satu peserta pelatihan, bergabung dengan 10-an peserta lain. Saat itu, kami begitu bersemangat menjadi wartawan kampus, profesi yang kami idam-idamkan.

Pria kelahiran Simpang Tiga, 17 Mei 1982, itu begitu menikmati aktivitasnya sebagai wartawan kampus. Di sela-sela menjalani rutinitasnya di ruang kuliah sebagai mahasiswa kebanyakan, Iqbal memburu berita untuk tabloid mahasiswa Ar Raniry Post. Dia meliput dan menulis sejumlah isu mengenai tentang permasalahan di kampus. Laporan-laporannya sempat membuat kuping petinggi kampus memerah. Soalnya, pemuda Simpang Tiga itu berhasil membongkar sejumlah masalah di kampus yang jarang terekspose.

Sayangnya, setelah hadir beberapa edisi, tabloid kebanggaan mahasiswa IAIN itu pun berhenti terbit. Pihak kampus tidak lagi menanggung biaya operasional, konon karena media kampus itu terlampau kritis. Namun, Iqbal tidak lantas patah arang. Ia memilih aktif di lembaga mahasiswa yang konsen pada isu kemanusiaan, yaitu UKK Palang Merah Indonesia (PMI) IAIN. “Saya tak bisa berdiam diri melihat masyarakat menjadi korban dan berdarah-darah,” kata seorang santri di sebuah dayah di Simpang Tiga, itu.

Seusai pencabutan Daerah Operasi Militer (DOM), Aceh tidak lantas menjauh dari aroma darah. Setiap hari ada saja masyarakat yang menjadi korban, ekses dari konflik bersenjata antara TNI/Polri dan GAM. Bersama-sama dengan para aktivis PMI lain, Iqbal sering terlibat mengevakuasi korban penembakan, korban peluru nyasar atau mendampingi masyarakat pengungsi yang tersebar di beberapa titik di seluruh Aceh. Ia sering kali meninggalkan bangku kuliah karena sedang melayani para pengungsi.

Sejak di kampus, Iqbal sudah senang berorganisasi. Selain bergabung dengan organisasi yang ada di kampus, dia pun melebarkan sayapnya dengan aktif di sejumlah organisasi di luar kampus. Tercatat, ia kini menjadi sekretaris DPD Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Aceh, Sekretatis Forum Organisasi Kemasyarakatan Anti Narkoba Aceh, selain sebagai relawan PMI. Ia pun masih aktif di berbagai kegiatan sosial.

Jiwanya di dunia politik pun sudah terasah sejak masih kuliah. Ia merintis karir politik dari bawah, sebagai kader Golkar potensial di Provinsi Aceh. Kini, dia dipercaya sebagai Ketua Biro Organisasi dan Kepartaian DPD-I Partai Golkar Provinsi Aceh. “Setelah tidak lagi di dunia media, sepertinya saya ditakdirkan menjadi politisi,” kata caleg nomor urut 5 untuk DPRK Pidie dari Partai Golkar. Iqbal maju dari daerah pemilihan (dapil) 2 yang meliputi Kecamatan Simpang Tiga, Peukan Baro, Indra Jaya dan Mutiara.

Muhammad Iqbal Golkar
Muhammad Iqbal Golkar

Ia mengaku maju sebagai salah seorang caleg DPRK dari Kec Simpang Tiga dari Partai berlambang pohon beringin ini karena permintaan sejumlah tokoh politik dan tokoh masyarakat setempat. Awalnya ia ingin mendukung orang lain sebagai calon, dan menjadi konsultan caleg dari Partai Golkar.

“Tapi, masyarakat menganggap harapan dan aspirasi mereka bisa dititipkan pada saya. Saya pun dipaksa untuk maju. Inilah alasannya kenapa saya maju kembali sebagai caleg dari dapil 2,” jelasnya.

Menurut Iqbal Dj, masyarakat yang mendukungnya percaya bahwa latar-belakang dirinya sebagai pekerja sosial dan kemanusiaan layak dan memiliki kapasitas menjadi seorang legislator. Lagi pula, sejak dulu dia memang sudah bersinggungan dengan kerja-kerja kemanusiaan.

Tak hanya itu, di kalangan kaum milenial pun namanya tidaklah asing. Sepak terjangnya di dunia organisasi sudah teruji. Berbagai lapangan kerja yang menyerap tenaga kerja lokal terus diciptakannya sejak tahun 2000-an hingga sekarang. Iqbal berharap jika nanti terpilih, ia punya tanggung jawab memajukan dan memberdayakan masyarakat dan kaum millenial. “Saya ingin mengabdikan diri untuk rakyat dengan menciptakan program-program yang langsung bersentuhan dengan kehidupan mereka,” tegasnya.

Sebagai caleg potensial dari Partai Golkar di dapil 2 (Simpang Tiga, Peukan Baro, Indra Jaya dan Mutiara), Muhammad Iqbal Dj mengusung visi “dari rakyat untuk rakyat, dan keurija keu rakyat”. Ia yakin dengan semangat “duek dong sapue pakat”, berbagai program pemerintah bisa dijalankan. “Visi saya ini memiliki makna membantu pemerintah melaksanakan program yang menyentuh kebutuhan rakyat banyak,” ujar pria kelahiran Gampong Pulo Gaja Mate, Simpang Tiga ini.

Muhammad Iqbal DJ merupakan orang yang sangat peduli terhadap permasalahan masyarakat dan kaum millenial. “Insya Allah saya melangkah bersama rakyat di dapil 2 (Simpang Tiga, Peukan Baro, Indra Jaya dan Mutiara) pada Pemilu Legislatif 2019,” pungkas Muhammad Iqbal DJ, mantap. []