Banda Aceh – Sedikitnya 45 persen guru yang mengajar di Aceh, tidak mengerti dengan mata pelajaran yang diberikan pada siswa. Hal ini disebabkan, banyak guru-guru tersebut mengajar tidak berdasarkan jurusannya masing-masing. “Saya lulusan sejarah, tapi di sekolah tempat saya di SK-kan, saya memegang mata pelajaran pendidikan Kewarganegaraan,” ungkap Yusni Armai, salah satu guru MTsN di Sigli, Rabu (16/11).
Hal serupa juga dikatakan Januardi, salah seorang guru di SMA Kuta Cot Glie, Aceh Besar. Menurutnya, ketidaksamaan background ilmu dengan mata pelajaran yang dipegang oleh para guru itu, diterapkan oleh sekolah masing-masing tempat mereka mengajar. Akibat ketidaksesuaian mata pelajaran dengan ijazah yang dikantongi tersebut, banyak guru-guru ini pada saat mengajar lebih menjual “kecap” daripada mengajarkan pelajaran yang sedang dijalankan.
“Pada saat mengajar, ya lebih banyak jualan kecap lah daripada membicarakan mata pelajaran yang berlangsung. Kan banyak diantara guru-guru itu tidak mengerti dengan mata pelajaran yang sedang berlangsung akibat jatah mengajar yang diberikan oleh sekolah-sekolah tidak sesuai dengan ijazah atau ilmu yang mereka ambil ketika menjalani pendidikan,” kata Januardi, yang juga mengaku menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum di SMA tersebut.
Tambahnya lagi, meskipun kondisi seperti ini terus berlangsung, untuk mengantisipasi format pembodohan pada siswa, pihak sekolah biasanya sering memberikan ilmu-ilmu tambahan bagi para guru dengan cara mengirimkan mereka ke seminar-seminar pendidikan, berdasarkan garis ilmu yang di pegang. Penguatan kapasitas dan kualitas juga turut digenjot agar para pendidik mampu menguasai pelajaran yang akan diberikan pada siswa secara optimal, disamping penguatan perekonomian para cek gu tersebut.
“Semoga ke depan, guru-guru yang mengajar dan mendapatkan SK di suatu sekolah itu, benar-benar sesuai dengan garis ilmu yang dimilikinya,” akhirinya.[]