Mendadak Webmaster: Kala Penyakit Lama Kambuh Kembali

Taufik Al Mubarak

Jujur kukatakan bahwa aku bukanlah seorang webmaster. Jika beberapa tahun belakangan ini aku berusaha menjadi seorang webmaster, itu tidak terjadi secara tiba-tiba. Percayalah, aku menggeluti dunia ini karena murni karena faktor kebetulan belaka.

Untuk kalian tahu saja, aku mulai mengakrabi komputer itu ketika menjadi mahasiswa di kampus IAIN (kini UIN) Ar Raniry. Itu pun bukan komputer milikku sendiri, melainkan milik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEMA) IAIN Ar Raniry. Komputer adalah barang mewah kala itu, dan tidak semua mahasiswa memilikinya. Aku sih beruntung memiliki sebuah mesin tik, yang sejak duduk di kelas 1 Madrasah Aliyah selalu menemaniku menulis. Banyak tugas kuliah aku kerjakan dengan mesin ketik. Sekarang mungkin terdengar jadul dan kuno.

Aku tidak ingat berapa kali komputer milik BEMA itu rusak setelah kugunakan, dan seperti mahasiswa lainnya yang juga sering menggunakan komputer tersebut, setiap kali muncul pesan error atau tidak bisa digunakan, aku memilih meninggalkannya begitu saja. Berharap pihak BEMA segera memperbaikinya, sehingga besok-besoknya bisa kugunakan lagi.

Tak banyak kesan yang aku punyai dengan komputer lembaga mahasiswa paling militan di Darussalam itu. Hanya saja, beberapa tulisan yang aku ketik melalui komputer milik BEMA itu pernah dimuat di koran Serambi Indonesia. Ini tentu saja sebuah pencapaian yang luar biasa. Kenapa aku berani bilang begitu? Saat itu, tak banyak mahasiswa yang tulisannya bisa muncul di halaman opini koran lokal itu. Rubrik opini itu lebih banyak diisi dosen, pengamat politik atau orang-orang yang memang sudah dikenal sebagai analis keren kala itu. Sekarang, sudah hal biasa jika ada tulisan seorang mahasiswa dimuat di koran yang satu group dengan Kompas ini.

Kapan aku mulai bersentuhan dengan internet? Ini yang akan aku ceritakan. Ketika aku masuk kuliah, warung internet (warnet) belum begitu banyak hadir di kota Banda Aceh. Jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari, bahkan lokasinya bisa kita hafal dengan sangat sempurna. Namun, dari jumlah warnet yang tidak seberapa banyak itu, aku paling sering mengunjungi JamboNet di Simpang Lima, Metropolis di Jalan Muhammad Jam, Arafah di Darussalam, dan satu lagi warnet yang berada di jalan Diponegoro. Hanya sesekali mengunjungi warnet di kantor Telkom jalan Daud Beureu-eh, dekat jalan masuk Kampung Laksana.

Saat itu tak banyak yang dapat kita lakukan dengan internet. Hal pertama tentu saja membuat email di Yahoo, Lycos, Hotmail atau Eudora, selain ngobrol dengan hantu melalui layanan MiRC. Bagi yang pernah menggunakan layanan chatting ini pasti ingat soal ‘asl/pls’, atau ada yang melakukan chat antar room, terutama kalau ada lawan jenis yang sedikit bening. Mesin pencari Google belum begitu terkenal saat itu, sehingga untuk mencari kata-kata ‘asian sex’ kita masih mengandalkan jasa Yahoo!

webmaster

Kebiasaan ini tidak berlangsung lama, karena kemudian aku mulai berkenalan dengan buletin online. Saat itu ada satu situs yang menyediakan layanan bikin buletin (kini lebih dikenal dengan blog) di boleh.com, dan segera saja aku mencobanya. Nama buletin milikku kala itu adalah Rencong Aceh. Mungkin (sepanjang yang aku tahu) hanya tiga orang di Aceh yang sempat membuat buletin di sana. Selain tidak banyak yang tahu soal beginian, juga ada proses seleksi sebelum sebuah buletin disetujui.

Namun, aku mulai total menceburkan diri ke dunia blogging ketika muncul situs Multiply yang memberi ruang kepada pengguna untuk membuat homepage masing-masing. Di situs inilah aku belajar menulis dan sedikit mengenal dunia coding. Soalnya, agar tampilan blog kita di Multiply ini lebih atraktif, kita harus mencoba mengedit beberapa kode, saat itu kita bisa bertanya pada pengguna yang lebih berpengalaman. Alhasil, setiap hari tampilan blog milikku di Multiply berubah-ubah, dan sering tidak karuan. Tapi, aku bersyukur karena di sinilah aku dapat menyimpan banyak tulisan dan foto. Sayangnya, ada beberapa tulisan dan foto yang tidak sempat aku selamatkan setelah situs ini memilih jadi marketplace dan kemudian almarhum dengan sendirinya.

Selagi masih mengisi konten di blog Multiply, aku juga sempat membuat blog di blogger (blogspot) yang kala itu sudah diakuisisi oleh Google, blog di Geocities milik Yahoo dan di Tripod, selain bermain-main dengan Friendster. Pokoknya di mana pun ada situs yang menyediakan layanan bikin blog, pasti aku bikin satu, minimal sebagai kenang-kenangan. Sekarang, kalau ingat pengalaman itu, aku sering senyum-senyum sendiri. Gimana tidak senyum, benar-benar webmaster dadakan. Terakhir, aku memang lebih memilih aktif di blogspot, terutama setelah Google meluncurkan layanan iklan Google Adsense. Sayangnya, kala itu, untuk blog berbahasa Indonesia hanya tersedia pilihan memasang Google Search saja. Saat itulah penyakit mengutak-atik tampilan blog (layaknya seorang webmaster) mulai kambuh dan tidak tersembuhkan bahkan hingga aku kembali ke Aceh pada pertengahan 2005.

Kala bekerja di Harian Aceh, kebiasaan mengutak-atik blog kian menjadi-jadi. Seusai kerja, aku tidak langsung pulang ke rumah, melainkan berinternet ria hingga malam larut. Kadang-kadang, aku terpaksa tidur di kantor. Di Harian Aceh, aku tidak sendirian, karena banyak kawan-kawan juga memiliki blog, dan mereka juga kerap mengutak-atik tampilan blog. Kini aku baru percaya dengan motto tak resmi dari WordPress, ‘code is poetry’. Baris kode adalah sebuah puisi!

Saking seringnya aku mengutak-atik blog, aku tidak pernah ingat lagi, tampilan mana yang membuatku begitu suka. Bahkan, jika disuruh mengingat-ingat lagi sekarang, aku tidak dapat mengingat dengan pasti template apa saja yang sempat aku gunakan untuk tampilan blog. Soalnya, banyak sekali. Suatu kali, temanku, Ozank, menyadarkanku agar tidak terlalu sering mengganti tampilan blog. “Mengganti tampilan blog terlalu sering membuat SEO jeblok,” katanya. Pun begitu, sesekali aku masih sering mengganti ‘baju’ blog, selain membuat beberapa blog dengan nama-nama yang unik.

Dari beberapa nama blog, hanya blog jumpueng.blogspot.com yang masih bertahan, meski sekarang sudah jarang update. Banyak hal yang sudah aku dapatkan dari blog tercinta ini. Kalau mau mencari tulisan lawas yang pernah aku tulis, orang-orang bisa mencari di blog ini. Tema tulisan di blog ini pun sangat beragam, dan aku sampai lupa kalau aku pernah menulis tema itu. Sebagai ruang arsip, blog jumpueng.blogspot.com sangat membantu sekali.

Mengakhiri tulisan ini, dan kenapa tulisan ini aku tulis, aku ingin sampaikan bahwa aku baru saja mengganti tampilan blog www.acehpungo.com. Saat melihat ada template bagus, mau tidak mau, aku harus mencobanya. Namanya webmaster amatiran. Namun, aku sudah belajar dari pengalaman sebelumnya. Sebelum mengganti tampilan blog, plugin SteemPress aku non-aktifkan terlebih dahulu, sehingga postingan dari dummy blog tidak masuk ke Steemit. Aku jelas trauma setelah 99 posting yang sebenarnya tulisan dummy template (theme) blog didatangi @cheetah. Kali ini, robot @cheetah yang tidak bisa baca tulis dan punya perasaan itu, menengok pun tidak. Karena tidak ada posting dari dummy template yang lolos ke blockchain Steem!

Yes! aku berhasil mempermainkan @cheetah kali ini!

Image source: 1, 2, 3

Leave a Comment