Saya melihat bang Rully Shabara awalnya di poster dan beliau mirip Pidi Baiq. Di poster dengan sedikit cuplikan lagu dan alat music yang enormous. Menariklah hati saya untuk datang, sialnya padahal performancenya juga di Aceh di kopi bleg. Saya piker di Jogja maka saya tak datang pada malam sabtu. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali saya datang sore ini. Saya datang karena setelah membaca Senyawa adalah grup music tribal, yang sudah tour keliling dunia dan terkenal di dunia musik internasional. tapi saya baru kenal hari ini.
Saya datang setelah setengah hari mengisi sedikit kelas inspirasi bersama Pidie Mengajar. Kami ke SD Tanjong di Padang Tiji, mengenalkan anak-anak banyak profesi dan memberi mereka motivasi. Akibat saya naik L-300 dari padang tiji ongkosnya menjadi 30 ribu, dan hemat 10.000 dari biasanya, itu padahal tak usah dicerita. Kembali ke Senyawa.
Saya tiba di Kanot Bu, Bivak Emperoom jam 16.30 setelah diturunkan L-300, saya bertemu Fuady Kelayu, Irza, Bookrak, Idrus Bin Harun, Only Home, Iqbal Landon, Jamal, dan dua pemateri pada diskusi kali ini Rully dan Wukir.
Diskusi dimulai dengan dua lagu, hikayat Ganja dan satu lagu untuk leluhur yang dibawakan oleh Wukir. Yang ajaib dari Wukir ini adalah beliau menciptakan alat musik sendiri. Kalau di poster bisa kita lihat sejenis biola tapi bentuknya besar sekali. Dan saat penampilan di markas Kanot Bu ini dia memainkan alat music sejenis gitar kreasi yang sangat simple, seperti kayu nuga yang diberi senar begitu.
Mereka berdua bergabung dalam band diberinama Senyawa. Sudah tampil di 30 negara. Padahal Ruli sang vocal ini dia kuliah di jurusan sastra inggris, dia tega meninggalkan pekerjaannya yang menjanjikan demi fokus bermusik.
“kita harus berkarya, jangan dipendam, bekarya saja dulu, jelek dan dicemooh biarkan saja karena kita bisa memperbaikinya mana yang kurang ke depan, pokoknya mulai” katanya.
“juga personal seorang seniman harus bagus dari segi sosialnya, sering bergaul dengan komunitas dan orang-orang, percuma kamu pintar, musikmu bagus tapi kamu gak punya kawan dan relasi, itu percuma” sambungnya lagi.
Diskusi ini diawali oleh pembacaan syair oleh Fuadi Kelayu yang membacakan hikayat Aceh, diiringi music dari alat music ciptaan Wukir Suryadi, mereka dari Jogja. Di sana banyak sekali pemusik dan pekerja seni karena Jogya menjadi kota mahasiswa, jadi seluruh anak Indonesia ada asramanya di kota itu. Jadi pemusiknya hidup dan banyak sumber musiknya.
Ruli bilang dia paling berkesan saat manggung di Jepang. Di negeri Sakura, Naruto dan Sasuke itu music sangat diapresiasi, pemusik bebas bekarya dan semua genre ada pasarnya. Saat mereka perform music, penontonnya datang sejam lebih cepat, misalnya panggungnya dibuka jam 8 penonton datang jam 7. Memang ditulis di luar stage, kalau pintu akan dibuka jam tujuh, jadi penonton sempat buka booklet dulu, dan jam delapan baru tirai untuk artis menampilkan musiknya dibuka.
Diskusi berlangsung sampai azan magrib dan Mc-nya harus cari kain sarung karena dia mengontrol acara dengan celana pendek.
dari markas Kanot Bu, Bivak Emperoom, Riazul Iqbal melaporkan.