Khairullah dan Waled Nu

Pengusaha Sukses dari Tangse

Taufik Al Mubarak

PRIA kelahiran Ulee Gunong, Tangse pada 2 November 1972, itu sudah hidup senang di Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur. Sebagai pengusaha sukses dalam usaha pertambangan dan properti, dia cukup duduk manis dan ongkang-ongkang kaki di Jakarta. Dengan kekayaan yang dimilikinya, dia dapat hidup bahagia bersama keluarga dan menikmati masa tua.

Namun, Khairullah merasa bersalah tidak melakukan sesuatu untuk membangun daerahnya. Dia tak dapat hidup tenang melihat kampung kelahirannya tidak maju-maju, yang kondisinya masih seperti saat dia masih kecil. Sebagai orang orang yang merintis karir dari bawah, ia merasa terpanggil untuk ikut andil membangun daerah.

Itu pula yang dilakukannya ketika memutuskan membantu Roni Ahmad-Fadhlullah TM Daud maju sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati Pidie dari jalur independen. Dukungan yang diberikan Khairullah tidak tanggung-tanggung. Dia menanggung semua kebutuhan kampanye Abusyik dan Fadhlullah. “Khairullah bahkan menjadi donatur tunggal. Beliau menjadi penyandang dana untuk kebutuhan kampanye Abusyik,” kata Asnawi Abdullah, Ketua Pidie Community.

Pada Pilkada Pidie 2017, Abusyik dan Fadhlullah, pasangan yang maju dari jalur independen itu mampu mengalahkan incumbent, Teungku Sarjani Abdullah dan M Iriawan, yang saat itu disokong oleh semua partai politik di Pidie. Kemenangan Abusyik kian istimewa, karena menjadi satu-satunya calon independen yang memenangkan Pilkada 2017 di Aceh.

Khairullah menyambut kemenangan calon yang didukungnya itu dengan perasaan gembira. Namun, ia segera sadar bahwa perjuangannya belum selesai. Khairullah memendam cita-cita ingin melihat Aceh yang dikarunia sumber daya alam melimpah itu menjadi daerah yang maju dan masyarakatnya makmur. Ia memulainya dari Pidie dengan mengantar Abusyik menjadi Bupati. Pun begitu, ia ingin berkontribusi lebih besar lagi.

Baca juga: Khairullah, Caleg DPR RI yang Bikin Kaget Jakarta

Membangun Pidie dan Aceh tidak cukup dilakukan dengan hanya mengandalkan anggaran daerah. Harus ada dukungan dari pemerintah pusat. “Inilah yang mendorong saya maju sebagai calon legislatif untuk DPR RI,” kata sosok yang disapa Bang Khairul oleh pendukungnya. “Kita harus memaksa Jakarta membuat kebijakan yang berpihak kepada Aceh, tidak boleh seperti selama ini.”

Khairullah lahir dari keluarga taat beragama. Ayahnya, Tgk Nyak Ben Kadhi, sementara ibunya Nyak Gade. Pak Ben, demikian beliau disapa, merupakan seorang guru yang disegani di Tangse. Beliau mengajar di MIN Tangse sejak tahun 1958 hingga 1965. Lalu, mengajar di SD Blang Dhot, mulai tahun 1966 sampai dengan tahun 1971. Selanjutnya mengajar di MIN Ulee Gunong sejak sekolah itu berdiri tahun 1972 hingga beliau pensiun tahun 1978. Tidak cuma mengajar, orang tua dari Khairullah ini juga menjadi khatib Masjid Sidratul Muntaha Ulee Gunong dari tahun 1980 hingga tahun 2002.

Sebagai anak dari orang terpandang di Tangse, Khairullah menghabiskan masa kecil di kampung halamannya, Ulee Gunong, yang terkenal dingin itu. Dia menempuh pendidikan di MIN Ulee Gunong Tangse (tamat 1985), lalu melanjutkan ke SMP Tangse (lulus tahun 1988), dan kemudian masuk ke SMA Tangse dan lulus pada 1991. Lalu, mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas Pasundan, Bandung. Di sela-sela menamatkan kuliah, Khairullah merintis karir sebagai pengusaha dengan bekerja sebagai staf laboratorium pada PT Istaka Karya.

Pendukung Khairullah di Padang Tiji
Pendukung Khairullah di Padang Tiji

Bakatnya berdagang diwarisinya dari jiwa dagang orang Pidie. Namun, Khairullah hanya mampu bertahan setahun (1991-1992) saja bekerja di perusahaan Istaka Karya ini. Dia memutuskan keluar dari perusahaan itu setelah merasa cukup belajar tentang dunia usaha. Saat itu, orang tuanya, berharap Khairullah pulang ke kampung dan mengabdi sebagai guru. Namun, ketika itu Aceh sedang bergolak. Tentara keluar-masuk kampung di tiga Kabupaten, Pidie, Aceh Utara dan Aceh Timur. Penetrasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) angkatan pertama membuatnya kondisi keamanan di tiga daerah itu tidak kondusif. Anak seusia Khairullah jelas tidak akan aman berada di kampung.

Sebagai orang Aceh di perantauan, Khairullah senang berorganisasi. Ia, misalnya, tercatat sebagai pengurus Taman Iskandar Muda (TIM) Cabang Slipi, dari tahun 1998-2004. Kini, dia tercatat masih sebagai pengurus aktif TIM Cabang Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur. Sementara, saat merintis karir sebagai pengusaha, Khairullah pernah tercatat sebagai peserta magang terbaik ke-3 pada NERA Economic Consulting Inc.

Asnawi Abdullah, pengusaha bus angkutan dan pengelola armada Kurnia, berteman dekat dengan Khairullah. Di matanya, Khairullah merupakan sosok pengusaha yang memiliki hati mulia. Ia bergaul dengan siapa saja dan cukup perhatian kepada masyarakat kecil. Dalam bergaul, dia tidak pilih-pilih teman dan tidak hanya dengan kalangan atas saja. “Mungkin karena beliau menjadi pengusaha sukses beranjak dari bawah, sehingga perhatian terhadap rakyat kecil,” katanya.

Ketua Pidie Community itu mengaku terkesan dengan sosok Khairullah. Menurutnya, bang Khairullah maju sebagai caleg bukan untuk gagah-gagahan atau demi memperkaya diri. “Dia orang yang sudah selesai dengan dirinya. Ia hanya ingin mengabdi untuk Aceh, itu saja,” tambahnya.

Pendukung Khairullah
Pendukung Khairullah

Sosok yang disapa Bos Nawi ini cukup yakin kalau orang Aceh dapat menitipkan aspirasi dan harapannya pada pengusaha kelahiran Tangse, Pidie itu. Dia berangkat dari desa untuk membangun Aceh. Itu tujuan mulia. “Kalau hanya memikirkan diri sendiri, beliau sudah hidup mapan di Jakarta dan tidak perlu maju sebagai caleg segala. Tapi ia ingin mengabdi kepada Aceh, dan sudah seharusnya masyarakat memberikan kepercayaan kepadanya,” pungkas bos angkutan Group Kurni, itu. [bagian kedua]

Baca juga: Saya tidak Berpolitik Tulak Moto Brok