Penyakit Kakao Rugikan Petani Trienggadeng

Boy Nashruddin Agus

Trienggadeng- Petani Kakao di Gampong Panton Raya, Trienggadeng, Pidie Jaya, keluhkan serangan penyakit yang mengakibatkan produksi kakao mereka jadi menurun. Penyakit kakao tersebut telah melanda wilayah ini sejak empat tahun lalu.

“Penyakit coklat (kakao) ditempat kami sudah terjadi sejak empat tahun lalu dan sampai sekarang, penanganannya belum optimal,” ujar Muhammad Yunus, 39, salah seorang petani Kakao yang berdomisili di Trienggadeng, Pidie Jaya, Minggu (20/11).

Menurutnya, gara-gara penyakit tersebut, biji kakao (coklat) di kebun mereka menjadi padat dan keras serta lengket di kulit. Meskipun berat timbangan naik, namun akibat kondisi coklat seperti ini, sebut Muhammad Yunus, membuat para agen penampung biji coklat enggan untuk membelinya.

“Biji coklatnya tidak bagus, karena padat dan susah untuk dijual. Kalaupun dijual, harganya jadi turun,” lanjutnya.

Sebelum penyakit kakao ini menyerang, para petani mengaku dulunya bisa memproduksi biji coklat yang dikeringkan sebanyak 1-4 ton per sekali panen. Sementara saat ini, mereka hanya bisa memetik hasil per batang coklatnya rata-rata hanya 5-6 buah coklat saja yang bagus. “Lainnya, jadi sampah semua karena banyak yang lembam dan keras,” ungkapnya lagi.

Dulu, lanjut Yunus, harga coklat bisa berkisar delapan ribu rupiah per kilogram. Sekarang, setelah terkena penyakit coklat mereka hanya dinilai seharga Rp12 ribu/kg. Meskipun harganya naik, tambah Yunus, namun mereka mengaku lebih enak dulu yang harga Rp8 ribu dibandingkan sekarang karena, dulunya semua coklat yang dipanen bisa dipakai. “Kalau sekarang, meskipun harganya Rp12 ribu tapi banyak coklat yang busuk,” terangnya.

Sebenarnya, Yunus mengatakan bahwa pemerintah Kabupaten Pidie Jaya telah mengutus beberapa ahli kesehatan pertanian untuk menangani penyakit coklat mereka. Akan tetapi, katanya, penanganan yang di ajarkan para penyuluh pertanian ini, terasa memberatkan petani kakao. Pasalnya, jika untuk mengantisipasi penyakit kakao ini secara serius seperti yang di ajarkan para penyuluh, kata Yunus, para petani harus fokus 26 jam di kebun kakao mereka.

“Kalau seperti itu, kami jadi tidak bisa mencari nafkah dari jalan lain, seperti bertani,” ujarnya.

Yunus mengharapkan, kondisi perkebunan coklat mereka yang diserang penyakit ini bisa diatasi secepat mungkin secara efisien, karena perkebunan coklat bagi masyarakat Panton Raya, khususnya, Trienggadeng umumnya merupakan pendukung ekonomi masyarakat selain sebagai petani. “Ya, mudah penanganannya dan tidak menyita waktu banyak lah,” akhiri Yunus.[]