Tari Saman Resmi Diakui UNESCO

Harlan

Jakarta – Tari Saman dari Gayo Lues dan sekitarnya di Provinsi Aceh resmi diakui dan masuk dalam daftar warisan budaya takbenda yang memerlukan perlindungan mendesak UNESCO, kata pejabat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Kepala Pusat Informasi dan Komunikasi Publik Kemparekraf I Gusti Ngurah Putra dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (24/11), mengatakan, pengakuan UNESCO atas seni budaya tari Saman itu dilakukan dan ditandai dengan diketoknya palu Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk Pelindungan Warisan Budaya Takbenda UNESCO.

“Melalui sidang itu, seni budaya tari Saman dari Gayo Lues dan sekitarnya di Provinsi Aceh resmi masuk ke dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda yang Memerlukan Pelindungan Mendesak UNESCO,” katanya.

Sidang akbar tahunan yang dihadiri lebih dari 500 anggota delegasi dari 69 negara, LSM internasional, pakar budaya dan media itu berlangsung di Bali International Convention Centre mulai 22 sampai 29 November 2011.

Indonesia dipercaya oleh 137 negara konvensi 2003 UNESCO untuk Pelindungan Warisan Budaya Takbenda untuk menjadi tuan rumah dan memimpin Sidang yang bergengsi tersebut.

Sidang UNESCO itu dibuka pada 22 November 2011 malam oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono didampingi Direktur Jenderal UNESCO Madame Irina Bokova, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, Perwakilan Pemerintah Provinsi Bali, dan Wakil Direktur-Jenderal Bidang Kebudayaan UNESCO, Franceso Bandarin.

Sebelumnya, berkas nominasi Saman disusun dengan teliti dan diajukan kepada UNESCO pada Maret 2010 oleh Menko Kesra, dengan dukungan penuh dari Pemerintah Pusat, pemerintah Provinsi Aceh, Bupati Gayo Lues, Ibnu Hasim, serta pemeritah Kabupaten Gayo Lues, dan masyarakat.

“Setelah berkas diperiksa oleh Sekretariat UNESCO kemudian oleh NGO dan pakar internasional, diajukan dalam sidang di Bali pagi ini, dan alhamdulillah, dinyatakan memenuhi persyaratan dan dengan ketok palu pukul 09:47 WITA, Saman dinyatakan masuk dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda yang Memerlukan Pelindungan Mendesak UNESCO,” katanya.

Menko Kesra, Agung Laksono, menyatakan bersyukur atas keberhasilan tersebut dan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjuang untuk meneliti di lapangan, kemudian menyusun berkas, serta mendukung dan memperjuangkan nominasi Saman sampai disidangkan di Bali.

Menko Kesra mengingatkan upaya pelestarian Saman tidak berakhir dengan penerimaan piagam yang ditandatangani Direktur Jenderal UNESCO, melainkan ini merupakan awal pelaksanaan Rencana Tindakan untuk melindungi dan mengembangkan warisan budaya Saman oleh semua pemangku kepentingan.

Sesuai Konvensi 2003 UNESCO, Pasal 2, Ayat 1 disebutkan bahwa warisan budaya takbenda meliputi segala praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan serta alat-alat, benda (alamiah), artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya yang diakui oleh berbagai komuniti, kelompok, dan dalam hal tertentu perseorangan sebagai bagian warisan budaya mereka.

Warisan Budaya Takbenda dikenal lebih akrab sebagai “warisan budaya hidup”. Bandingannya adalah situs alam dan situs budaya, yang dikenal sebagai warisan benda.

Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) telah mengadopsi Konvensi tentang Pelindungan Warisan Budaya Takbenda pada Sesi ke-32 Konperensi Umum-nya di Paris, pada 17 Oktober 2003.

Konvensi 2003 mulai beroperasi sejak April 2006 yang bertujuan meningkatkan visibilitas atau kesadaran umum, mendorong penghormatan dan pelindungan beraneka ragam warisan budaya takbenda atau budaya hidup melalui kerja sama antara pemerintah dan komunitas pada tingkat nasional, sub-regional, regional maupun internasional. Sampai saat ini, Konvensi telah diratifikasi oleh 137 negara pihak.

Indonesia menjadi Negara Pihak ke-83 Konvensi 2003 pada 15 Januari 2008, melalui Peraturan Presiden No. 78 bulan Juli 2007.

Sejak itu, Indonesia berpartisipasi secara aktif bahkan Indonesia dijadikan anggota Komite Antar-Pemerintah beranggota 24 Negara, dengan masa bakti 4 tahun, pada Sidang Umum para Negara Pihak di Paris, Juni 2010.

Bali akan tercatat dalam sejarah sebagai tuan rumah terbaru dalam serangkaian sidang biasa dan luar biasa Komite Antar-Pemerintah Konvensi 2003, mulai dari Algiers (2006), Chengdu (2007), Tokyo (2007), Sofia (2008), UNESCO Paris (2008), Istanbul (2008), Abu Dhabi (2009) dan Nairobi (2010).

Pertemuan tahun ini akan berlangsung dengan sesi-sesi penuh selama 7 hari, dan merupakan yang terpanjang dalam sejarah Konvensi, dengan 27 mata agenda untuk diperdebatkan dan diputuskan.

Asli Gayo
Sementara Saman sendiri adalah tarian warisan budaya asli suku Gayo sejak abad ke-13, di daerah Gayo Lues dan sekitarnya di Provinsi Aceh yang kemudian dikembangkan oleh Syeh Saman untuk penyampaian pesan keagamaan.

Pemain Saman adalah laki-laki, umumnya muda, dan jumlahnya selalu ganjil duduk bersimpuh atau berlutut dalam baris rapat.

Pemain memakai pakaian adat yang dibordir dengan motif tradisional Gayo yang penuh simbolisme alam dan nilai luhur.

Pelatih atau penangkat di tengah memimpin pemain menyanyikan syair berisi pesan pembangunan, keagamaan, nasihat, adat, sindiran, humor, bahkan romantis.

Pemain bertepuk tangan, dada, paha dan tanah/lantai, jentikkan jari, menggoyangkan badan kiri kanan, depan belakang, menggoyangkan dan memutarkan kepala atas bawah kiri kanan, menggerakkan tangan, menunduk secara sinkron sesuai ritme, kadang lambat, kadang cepat dan energik, kadang serentak, kadang selang seling antara pemain dengan posisi ganjil dan posisi genap dalam baris. Gerak Saman menggambarkan alam, lingkungan, dan kehidupan sehari-hari masyarakat Gayo.

Saman dipertandingkan bila satu desa mengundang desa lain guna menjalin hubungan silaturahmi antardesa.

Saman dipakai untuk menjamu tamu dan untuk memeriahkan hari besar nasional dan keagamaan. Saman juga permainan anak-anak suku Gayo di desa. Saman umumnya ditransmisikan secara informal kepada anak kecil di desa.

Frekuensi pementasan Saman dan transmisinya kepada generasi penerus menurun saat ini, walaupun masyarakat dan Pemerintah sudah berusaha melestarikannya, sehingga diperlukan upaya pelestarian mendesak.[]

Sumber: Antara