Berada di tempat dan waktu yang salah, Ina dan Dekya, nama panggilan untuk Erliana alias Ina (23) dan Erlia alias Dek Ya (22), menjadi korban ledakan granat yang dilakukan oleh OTK, Kamis malam, 1 Desember 2011. “Padahal, Ina dari pagi siang gak makan, lapar kali dan kepingin beli nasi di Simpang Surabaya malam tu,” kisah Erliana, Sabtu (3/12).
Saat mendengar adanya ledakan, kedua mahasiswi yang mengenyam pendidikan di Fakultas Ekonomi dan FKIP Unsyiah ini, menduga ban motornya pecah. Saat itu, mereka berhenti tepat di tempat kejadian perkara (TKP) untuk memeriksa ban motornya.
“Saat memeriksa ban motor itu, tahu-tahu kaki kami berdarah,” cerita Ina seraya menerawang ke sudut-sudut kamar bercat putih di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin, Banda Aceh.
Setelah mengetahui kakinya berdarah, Ina dan Dek ya kemudian meminta pertolongan pada pedagang burger yang mangkal di dekat tempat ledakan tersebut. Saat itu, menurut kesaksian Ina, pedagang burger tersebut mengatakan, kaki mereka terkena serpihan granat yang baru saja meledak di tempat itu. Akhirnya, sepupuan (Ina dan Dekya) ini kemudian diantar oleh pedagang burger tersebut ke RSUZA.
“Kami tidak tahu kaki kami kena dan luka, karena pada saat kejadian memang tidak terasa. Tahu-tahu tempat kami berdiri itu, sudah ramai didatangi orang dan aparat kepolisian serta wartawan,” ungkapnya. Setelah melihat orang ramai tersebut, Ina baru sadar dirinya telah menjadi korban peledakan granat.
Berharap segera menyantap nasi yang dibeli di Simpang Surabaya, di rumah kostnya di Prada akhirnya Ina dan Dek Ya terpaksa berbaring lemas tak berdaya di bangsal rumah sakit, Ruang Jeumpa, kamar I Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA) Banda Aceh.
Kedua saudara sepupu ini membagi ruang yang sama untuk mendapatkan perawatan. Setelah mengetahui anaknya menjadi korban ledakan granat, keluarga Erliana dan Erlia yang berasal dari Matang Gleumpang Dua, Bireuen tiba di Banda Aceh, Jumat (2/12).
Menurut keterangan Erliana, serpihan granat di kaki Erlia, sudah dioperasi dan diangkat oleh tim medis, namun Erliana belum mendapatkan perawatan serupa. “Masih ada serpihan granat di kaki kiri belakang lututnya,” terangnya sembari menunjukkan luka besar yang sudah diperban di kaki kirinya.
Meskipun sesekali terasa sakit, Erliana masih bisa tersenyum ramah dan mampu berdialog dengan para tamu. Gadis berkulit sawo matang ini, sesekali membalas sms di handphonenya. Sementara adik sepupunya, masih trauma dengan kejadian yang menimpa mereka. Meskipun ramah pada tamu, namun ia masih cenderung menutup diri untuk berbicara ke publik dan mengaku belum siap dengan pertanyaan-pertanyaan apalagi wawancara.
Saat ini, biaya pengobatan Erliana dan Erlia, belum diketahui siapa yang akan menanggungnya. “Setahu Ina, sampai saat ini, biaya pengobatan di tangggung sementara oleh kakak kandung Erliana, Kak Ita,” jelasnya lagi. Dia tidak tahu, ke depannya apakah pemerintah Aceh mau sedikit membantu meringankan beban mereka.[Boy Nashruddin Agus]