Hidup di Baltik Berlaku Budaya Jujur

Muhammad Ikhsan


Dok. Pribadi

BERAT rasanya kalau kita tidak mengerti apa yang diucapkan oleh teman dari Turki dan Bosnia yang belum bisa berbahasa Inggris, saat kita berada di komunitas mereka. Hal ini lah yang saya rasakan saat pertama kali menjejakkan langkah di Bumi Bosnia dan Herzegovina.

Saya merantau ke Bosnia dan Herzegovina di kota Sarajevo mulai akhir tahun 2005 sampai sekarang. Di sana, saya mengambil strata satu di International University of Sarajevo, namun sebelumnya juga pernah kuliah di IAIN AR-RANIRY jurusan Tarbiyah Matematika dan juga Syariah Akhwalu shakhsiyah selama dua tahun.

Saya sendiri berasal dari Blang Oi, Banda Aceh, salah satu daerah yang tertimpa musibah tsunami. Sebagai yatim piatu tsunami, saat itu saya mendapatkan kesempatan untuk hijrah dan study di Bosnia Herzegovina.

Sebagai mahasiswa asing dan termasuk kalangan minoritas, saya pernah merasa minder dengan teman-teman lain karena memang, di kampus baru ini mayoritas mahasiswa adalah Turki dan Bosnia. Di tahun pertama kuliah di International University of Sarajevo, setiap harinya mahasiswa harus melewati ujian test bahasa Inggris. Alhamdulillah, berkat keterpaksaan belajar dan praktek berbahasa Inggris setiap harinya, ditambah dengan praktek langsung bahasa Bosnia dan sekalian bahasa turki, kini saya telah mampu beradaptasi.

Awalnya terasa sangat canggung ketika mencoba bergaul dengan teman-teman dari Turki dan Bosnia. Mereka sangat jauh berbeda. Orang Turki mempunyai culture yang sama dengan orang Asia pada umumnya. Sangat ramah dan dermawan. Sementara masyarakat Bosnia sendiri, mempunyai tipikal dan kebudayaan yang jauh berbeda dengan Asia. Banyak diantara mereka, tidak pernah bergaul dengan orang-orang asing, termasuk saya. Sehingga, mereka terkesan menutup diri dan sombong meskipun ada beberapa diantaranya yang ramah dan dermawan.

Banyak hal baru yang saya dapatkan, selama menjalani perantauan di sana. Antaranya dari segi kulliner yang sedikit aneh bagi perut orang Indonesia. Makanan khas Bosnia-Herzegovina adalah cavapi (cawapi). Makanan ini terbuat dari daging giling yang dibentuk seperti sosis namun lebih pendek. Mirip dengan bakso di Indonesia. Kemudian ada burek yang terdapat banyak macam, tergantung isinya. Pada dasarnya burek adalah daging giling yang dibalut roti tipis. Ketika pertama kali saya mencoba makanan ini, saya terkejut, rupanya enak sekali.

Saya pernah dipanggil sebagai kinerski yang artinya orang Cina, ketika baru-baru di Bosnia. Padahal, ciri-ciri saya, jauh sekali dari etnis cina itu sendiri. Sama halnya dengan masyarakat Indonesia tempo dulu, kalau ada orang bermata biru, maka di sebut sebagai Belanda.

Ada hal menarik dari segi pertemanan dan hubungan sosial di negeri multi etnik ini. Antaranya, budaya jujur dan tidak malu. Budaya ini berlaku ketika kita mendapat undangan makan, misalnya. Pernah suatu hari, saya di undang ke rumah teman Bosnia. Saat itu, saya merasakan dahaga yang amat sangat. Namun karena malu, saya tidak berani memintanya langsung.

Mungkin, teman Bosnia saya itu mengerti keadaan saya yang kehausan. Dia menawarkan saya minum. “Hmmm… May be,” ujar saya pada saat itu. Karena jawaban ini, kawan saya tersebut tidak jadi menyuguhkan minuman pada saya. Sekonyong-konyongnya saya, sejak saat itu teman Bosnia tersebut tak pernah lagi menawarkan minuman pada saya saat bertamu ke rumahnya.

Bosnia-Herzegovina merupakan salah satu negara yang terletak di Balkan, yakni salah satu negara yang dulunya pernah dikuasai oleh kerajaan Islam terakhir, Turki Utsmani. Mayoritas masyarakatnya seperti umumnya masyarakat Eropa. Postur tubuh yang rata-rata tinggi dan besar, mata biru, hijau dan coklat dan identik berbicara lantang, keras dan sangat jelas. Bahasa resmi yang dipergunakan adalah bahasa bosnac. Populasi masyarakatnya, hampir 40 persen adalah muslim.

Bosnia-Herzegovina ini mempunyai empat musim berbeda. Sarajevo, kota tempat saya tinggal saat ini, merupakan kota yang indah, hijau dan udaranya segar serta bersih. Namun, cuacanya ini sangat aneh dibandingkan di tempat lain. Bulan September sampai Februari, di sini berlaku musim dingin dan salju turun. Namun, tidak selamanya begitu. Karena terkadang di bulan yang sama juga bisa hangat. Bahkan, sering juga bisa sangat dingin beku.  Jika sudah musim dingin seperti ini, tidak ada orang yang keluar rumah kecuali mempunyai urusan yang sangat penting, seperti ke kampus.

Meskipun membutuhkan perjuangan yang sangat berat, ditambah persaingan yang sangat ketat, kini saya sudah  mendapatkan gelar sarjana dari negeri Baltik ini. Bahkan, karena sudah jatuh cinta dengan negara muslim Bosnia ini, kini saya kembali mengambil S2 Jurusan Engineering dan IT, yang lebih fokus pada Airtificial Intelligent seperti Neural Networks pada Machine Learning di Bosnia. Target saya lulus awal tahun 2012 ini sebagai anak Aceh pertama di negeri cavapi.[]