Jakarta – Puluhan peserta yang terdiri dari 31 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dari seluruh Indonesia, dan lembaga pemerintah yang memiliki tugas pokok fungsi berkaitan dengan penanggulangan bencana di tingkat propinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia mengikuti pembelajaran tentang pengelolaan program pengurangan risiko bencana (PRB) di Aceh.
“Pembelajaran program penanggulangan bencana di Aceh tidak hanya dibagikan kepada tingkat nasional, namun juga diharapkan mampu diadopsi secara regional dan global,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Srimoyo Tamtomo, saat membuka seminar yang berlansung di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Kamis (15/12).
Melalui acara seminar nasional “Peran Pemerintah Dalam PRB, Pembelajaran atas Penyelenggaraan Program DRR Aceh” para peserta dari berbagai propinsi tersebut mempelajari dan berdiskusi bagaimana proyek Disaster Risk Reduction Aceh (DRR-A) mengimplementasikan program-program yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan, program PRB berbasis masyarakat, penguatan lembaga riset bencana TDMRC Unsyiah dan program penyadaran publik melalui kampanye dan integrasi pendidikan kebencanaan dalam mata pelajaran sekolah.
Sementara itu, Country Director Assistant UNDP, Kristanto Sinandang mengungkapkan, bahwa UNDP sebagai lembaga perserikatan bangsa-bangsa mempunyai komitmen dalam mendukung program PRB dalam pembangunan.
Seminar sehari ini turut menghadirkan berbagai narasumber dari instansi pemerintahan dan LSM di Aceh. Antaranya, Dinas Pendidikan, Dishubkomintel, Bappeda, BPBA, BPBD Aceh Barat,LSM Karst dan pusat riset TDMRC Unsyiah.
Salah satu pembicara yang mewakili Dinas Pendidikan Aceh, M. Duskri menjelaskan tentang pengembangan dan implementasi kurikulum pendidikan bencana untuk sekolah.
“Program integrasi kurikulum ke dalam mata pelajaran di Aceh sudah melatih sebanyak 1.548 guru dan fasilitator di 11 kabupaten/kota pada tingkat SD/MI. Sedangkan untuk tingkat SMP, para fasilitator di tingkat daerah sudah dilatih dan akan dilanjutkan dengan pelatihan kepada guru-guru di tingkat kabupaten,” ujarnya.
Karena keterbatasan proyek ini, katanya, maka belum semua sekolah di Aceh mendapatkan pendidikan kebencanaan melalui kurikulum seperti ini.
“Untuk itu perlu adanya komitmen dan pendanaan lanjutan dari pemda masing-masing kabupaten,” papar M.Duskri, yang juga bertindak sebagai salah satu tim pengembang kurikulum pendidikan bencana tingkat SD/MI.[rel]