Sigli – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Pidie dari Fraksi Partai Aceh, Suadi Sulaiman mengatakan, kesepahaman perdamaian Aceh terancam gagal karena pemerintah pusat tidak berkomitmen menjaganya.
Menurut mantan Juru Bicara GAM Pidie ini, perkembangan perdamaian Aceh tidak pernah dievaluasi oleh pemerintah pusat sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab menjaga keutuhan perdamaian.
“Berbagai kebijakan pemerintah pusat terkait Aceh cenderung mengabaikan kekhususan Aceh seperti termaktub dalam MoU Helsinki, UUPA No 11/2006 serta Inpres No 15/2005 tentang nota perdamaian,” ujar pria yang akrab disapa Adi Laweueng ini, kepada AcehCorner.Com, Kamis (29/12).
Adi Laweung mencontohkan, pemaksaan Pilkada Aceh yang tidak berpegang utuh pada komitmen perdamaian bisa merusak kekhususan Aceh. “Salah satu contohnya domain politik cukup kentara dan Pilkada Aceh dikuasai oleh Kemenpolhukam. Padahal sebenarnya itu menjadi wewenang Kemendagri. Ini kan sikap inkonsistensi pemerintah yang berdamai dengan Aceh,” tandasnya.
Suhadi juga menyayangkan sikap Presiden SBY yang diam, seakan-akan Perdamaian Aceh bukan tanggungjawabnya sebagai Presiden. Menurutnya, presiden wajib punya sikap, mau melanjutkan perdamaian atau mau menghancurkan serta membawa Aceh kembali ke ranah konflik. “Presiden wajib bicara jangan memaksakan pihak lain untuk berdamai, sedangkan pemerintah sendiri menggiring ke konflik baru,” tegasnya sembari mengkritik pertemuan di Kemenkopolhukam, Rabu (28/12) lalu sebagai pertemuan ilegal, karena tidak terwakili semua pihak terutama yang menandatangani MoU Helsinki.
“Saya pikir, janganlah membuat grop dalam menjalankan perdamaian ini yang berakhir dengan kehancuran, berjalanlah sesuai dengan yang sudah disepakati,” harapnya. []