Organisasi pembela hak asasi manusia Human Right Watch (HRW) mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut dakwaan lima pimpinan Kongres Rakyat Papua yang dibubarkan aparat keamanan Oktober tahun lalu.
Pada Senin (30/1) dijadwalkan Pengadilan Negeri Jayapura akan memulai pengadilan terhadap lima orang aktivis Papua ini dengan tuduhan melakukan percobaan makar terhadap negara.
“Pemerintah Indonesia harus menunjukkan komitmen perdamaian dengan mencabut tuduhan terhadap kelima aktivis Papua ini,” kata Deputi Direktur Asia HRW, Elaine Pearson dalam pernyataan resminya yang diterima BBC Indonesia.
“Sangat mengerikan melihat negeri demokrasi modern seperti Indonesia terus menahan warganya hanya karena menggelar unjuk rasa dan menunjukkan pandangan kontroversial,” lanjut Pearson.
HRW, tegas Pearson, bersikap netral terkait keinginan sejumlah kelompok di Papua untuk melepaskan diri dari Indonesia.
Namun HRW mendukung hak setiap orang termasuk aktivis kemerdekaan untuk menyampaikan pandangan politik mereka secara damai tanpa rasa takut terhadap semua jenis tekanan.
“Pemerintah Indonesia seharusnya menuntut orang-orang yang melakukan kekerasan sehingga mengakibatkan tiga warga Papua tewas, bukan menahan mereka yang membacakan deklarasi kemerdekaan tahun 1961,” ujar Pearson.
“Menggelar pengadilan ini justru akan semakin meningkatkan rasa benci rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia,” tegas Pearson.
Kekerasan Aparat
Pada 19 Oktober 2011 aparat keamanan Indonesia membubarkan Kongres Rakyat Papua yang digelar di Jayapura setalah salah seorang aktivis membacakan deklarasi kemerdekaan Papua tahun 1961.
Usai pembacaan itu, polisi dan militer melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan sekitar 1.000 orang yang berkumpul menggelar unjuk rasa damai mendukung kemerdekaan Papua.
Aparat keamanan, menurut HRW, menggunakan pentungan dan senjata api untuk menyerang para pengunjuk rasa menewaskan sedikitnya tiga orang dan mencederai 90 orang lainnya.
Sejumlah saksi mata mengatakan sejumlah orang mengalami luka pukulan di kepala dan menderita luka akibat tembakan.
Setelah insiden itu, delapan orang anggota polisi termasuk Kapolres Jayapura AKBP Imam Setiawan mendapat peringatan tertulis karena dianggap tidak melindungi masyarakat sipil.
Namun tidak ada tindakan apapun yang dilakukan terhadap personil polisi maupun militer karena melakukan tindak kekerasan.
Lima orang aktivis Papua – Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, August Makbrowen Senay, Dominikus Sorabut dan Selpius Bobii dituduh melakukan makar berdasarkan pasal 106 KUHP dan sudah ditahan sejak 19 Oktober 2011.
Aktivis lainnya, Gat Wenda anggota Penjaga Tanah Papua (Pepta) yang mengamankan Kongres Rakyat Papua akan diadili terpisah dengan dakwaan memiliki senjata tajam.[bbc]