KontraS: Tarmizi Harus Hindari Kebijakan Instabilitas Pemerintahan

Harlan

Banda Aceh-Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mengingatkan kepada Tarmizi A Karim selaku Pj Gubernur Aceh yang baru dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada 08/02/2012 di Jakarta, untuk menghindari kebijakan yang memicu terjadinya ketidakstabilan atau instabilitas pemerintahan.

Koordinator KontraS Aceh, Destika Gilang Lestari menuturkan bahwa untuk menghindari hal itu, Pj Gubernur ketika menetukan kebijakan daerah benar-benar menjaga keseimbangan dan keserasian, terutama dalam kondisi politik menjelang Pilkada Aceh 2012.

Katanya, dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, Gubernur disamping sebagai kepala daerah juga bertindak selaku wakil Pemerintah Pusat di daerah dengan tetap mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI dalam konteks perdamain Aceh yang sudah berlansung selama tujuh tahun.

“Tarmizi A Karim, selaku Pj Gubernur Aceh jelas mempunyai pekerjaan rumah yang hingga sekarang belum selesai, yaitu membangun sinergitas hubungan kerja dengan DPR Aceh untuk saling mendukung dalam melaksanakan kebijakan daerah yang telah disepakati bersama,” ujarnya.

KontraS Aceh mengingatkan, hubungan tersebut akan menjadi titik balik dalam perkembangan ke depannya, mengingat pada masa pemerintah Gubernur Irwandi Yusuf hubungan kerja yang harmonis dalam arti yang konstruktif dengan mengedepankan kepentingan rakyat dan jangan untuk kepentingan kekuasaan tidak berjalan dalam koridor sebagaimana mestinya.

“Dalam situasi Aceh yang baru pulih dari situasi konflik berkepanjangan diingatkan agar kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik dan keamanan saat ini sangat kondusif tetap dijaga, dipelihara dan ditingkatkan,” lanjut Destika.

Destika Gilang Lestari kembali mengingatkan, rangkaian peristiwa pada 2011 jelas mempertontonkan kepada masyarakat terkait ketidakpastian pelaksanaan pilkada, dimana terjadinya perdebatan di antara elite politik. Kondisi ini jelas membuat masyarakat mengalami ketidakpercayaan terhadap penyelenggara negara, kondisi dan situasi ini kemudian diperparah dengan teror mematikan terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa.

“Pj Gubernur Aceh dapat memanfaatkan situasi dan kondisi momentum pilkada menjadi point penting, bahwa pilkada adalah sebuah pesta demokrasi bagi rakyat Aceh, namun perlaksanaan pesta demokrasi tersebut tidak mengorbankan perdamaian yang telah berlansung selama kurun waktu tujuh tahun lamanya,” pungkasnya.[release]