Jakarta– Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai pemerintah belum memiliki kebijakan nasional yang komprehensif mengenai penanganan pengungsi dan pencari suaka.
“Kebijakan dan pola penanganan bersifat sektoral, sporadis, dan minim perspektif hak asasi manusia,” kata Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, kepada wartawan saat memaparkan hasil kajian Komnas HAM yang dilakukan sejak Oktober 2011 hingga Desember 2011, di kantornya di Jakarta, Jumat (10/2).
Menurut dia, dalam pasal 25,26 dan 27 UU no 37 Tahun 1999 mengamanatkan tentang pengungsi dan pencari suaka, tetapi setelah 12 tahun UU ini tidak diberlakukan karena Keppres tentang hal itu tidak pernah ada.
“Pihak imigrasi masih melihat pengunsi dan pencari suaka secara legal formal, dimana mereka melakukan pelanggaran administrasi karena tidak memiliki paspor, sehingga mereka ditahan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim),” katanya.
Tak hanya itu, koordinasi antara Polri, TNI, Kemenlu, Dirjen Imigrasi, dan Organisasi Internasional yang menangani Pengungsi dan Pencari Suaka (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) tidak jelas.
Di sisi lain, penempatan para pengungsi dan pencari suaka di rumah detensi imigrasi (rudenim) melahirkan persoalan baru.
“Kondisi rudenim seperti penjara karena ditempatkan dalam sel. Padahal, mereka korban pelanggaran HAM yang terjadi di negara asalnya, bukan pelaku kriminal,” katanya.
Selain itu, kondisi Rudenim yang ada saat ini melebihi kapasitas, seperti halnya Rudenim di Kalideres yang seharusnya hanya menampung 80 orang, tetapi diisi oleh 120 orang. Akibatnya, banyak penghuni rudenim mengalami tekanan psikologis dan berkeinginan kuat untuk bunuh diri atau kabur.
Ifdhal juga menilai tidak adanya kebijakan protektif terhadap pengungsi dan pencari suaka telah memunculkan fenomena percaloan dan menyuburkan praktik-praktik pencarian rente di kalangan aparat pemerintah.
Dalam kasus Trenggalek, menurut hasil penyelidikan kepolisian diketahui ada oknum TNI Angkatan Darat dan PNS yang membantu penyelundupan ilegal para pengungsi dan pencari suaka ke Australia.
Indonesia “Kebanjiran” Pengungsi
Berdasarkan hasil kajian Komnas HAM itu, kata dia, Indonesia menjadi tempat transisi pengungsi dan pencari suaka yang hendak ke Australia sehingga Indonesia selalu “kebanjiran” pengungsi. Hal itu dipicu oleh meningkatnya eskalasi konflik di negara-negara Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Barat, dan Asia Selatan.
“Kemakmuran Australia dan jarak yang relatif dekat dengan negeri-negeri asal pengungsi dan pencari suaka menjadikan Australia sebagai tujuan akhir mereka,” kata Ifdhal.
Berdasarkan data UNHCR, hingga Juni 2009, terdapat 1.928 pengungsi dan pencari suaka yang ada di Indonesia. Menurut data Ditjen Imigrasi pada Januari-Juli 2010, imigran yang masuk ke Indonesia sebanyak 3.434 orang. Afganistan adalah asal negara imigran yang paling banyak masuk ke Indonesia.[Ant]