Benghazi – Perdana Menteri interim Libya, Abdel Rahim al-Kib, Senin (5/3), lewat televisi pemerintah berseru. Dia meminta mayoritas warga agar menentang ulah dan sikap para revolusioner palsu. Warga mayoritas diminta melindungi negara.
”Harus ada rasa solidaritas antara pemerintah dan rakyat,” kata Kib, Senin malam.
”Namun, ini semua terletak pada sikap mayoritas untuk melindungi lembaga-lembaga negara, melawan kekacauan, dan mengatakan tidak kepada mereka yang menguasai kekayaan negara dan wilayah, menolak lembaga-lembaga non-negara.”
Kib mengatakan, dia tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah yang baru. Namun, ini semua tergantung pada kesediaan untuk menentang kekacauan yang sedang terjadi di negara.
Seruannya ditujukan kepada mayoritas warga yang tidak bersuara. Sementara itu, di Libya muncul pejuang-pejuang palsu yang mencoba memaksakan hak dan menyatakan diri sebagai pejuang negara, tetapi menguntungkan diri sendiri.
Organisasi pembela hak asasi manusia mengingatkan bahwa milisi-milisi liar saat ini sedang marak di Libya. Milisi-milisi liar ini menjadi ancaman terbesar bagi stabilitas di Libya, yang sedang membangun kelembagaan negara. Berbagai badan di negara ini ambruk di bawah kediktatoran almarhum Moammar Khadafy, yang berkuasa selama 40 tahun lebih.
Banyak situs-situs negara, termasuk bandara di Tripoli, yang berada di bawah kekuasaan brigade revolusioner, yang melawan rezim Khadafy. Pemimpin Libya tersebut tewas pada Oktober 2011.
Kib mengkritik pendaftaran atas lebih dari 140.000 orang yang dikategorikan sebagai pejuang. Dia mengatakan jumlah itu terlalu besar. Karena itu, dia menyerukan kepada para pejuang sejati untuk benar-benar membangun negara dan berbagai kelembagaan.
Menolak Federalisme
Dia juga mengumumkan bahwa pemerintah dalam proses pembentukan kantor-kantor di kota Benghazi (Libya timur) dan Sabha (Libya selatan), yang membantu pelayanan terhadap warga. Dia menolak sistem pemerintahan federal, seperti saat Libya berada di bawah kekuasaan para raja pada dekade 1950-an.
Namun, dia mengatakan pemerintah sedang membahas undang-undang desentralisasi. Seruan ini tidak disambut para politisi di Libya timur. Para pemimpin suku dan politik di Libya timur, Selasa (6/3), berkumpul di Benghazi. Mereka menyatakan kawasan Cyrenaica, yang kaya minyak, sebagai wilayah otonomi.
Kawasan ini terentang mulai dari Sirte, kota pantai di Libya tengah, hingga perbatasan Libya-Mesir. Ahmed Zubair al-Senussi, salah seorang anggota Dewan Transisi Nasional, yang kini memerintah Libya dipilih sebagai pemimpin wilayah.
Sikap para politisi Libya timur ini dikhawatirkan memulihkan sistem pemerintahan federal yang pernah disahkan dalam konstitusi 1951. Sistem ini dijalankan saat Libya dikuasai almarhum Raja Idriss al-Senussi.
Ahmed Zubair al-Senussi adalah anggota keluarga dari almarhum Idriss al-Senussi. Ahmed Zubair adalah orang yang pernah berada paling lama dalam tahanan politik di bawah kekuasaan Khadafy.[Kompas/AFP/AP/Reuters/MON]