air bersih

Belajar dari Belanda Soal Air Bersih

Harlan

Rakyat berhak atas air dan udara segar, fasilitas umum air bersih langsung bisa minum setiap desa dan rumah harus ada.

Pada tanggal 2 April 2018 lalu, aktivis yang pernah diberi label “musuh negara”, Aguswandi BR, memberi masukan yang sangat bernas untuk mewujudkan #acehhebat melalui status Facebook. Dari 27 masukan mantan aktivis SMUR itu, saya tertarik pada idenya soal penyediaan air minum yang langsung bisa diminum dan tersedia di setiap rumah. Aguswandi yang kini bekerja di sebuah lembaga PBB itu dikenal kerap mengunjungi banyak negara di dunia, dan dia sudah melihat banyak hal terutama soal ide yang diusulkannya: air dan udara bersih!

Soal air kita harus banyak belajar dari Belanda, negeri yang pernah menjajah Indonesia selama 350 tahun! Negeri bekas penjajah itu yang luasnya tak sebesar pulau Jawa itu dikenal memiliki banyak terobosan dan inovasi terutama di bidang pengelolaan air.

Sebagai negara yang dulunya begitu akrab dengan banjir dan secara topografi letaknya lebih rendah dari permukaan laut, sejak lama dua pertiga wilayahnya diprediksi akan tenggelam. Namun, Belanda mampu bertahan dari bencana ekologis tersebut karena memiliki struktur perlindungan banjir, pembangunan pesisir terpadu dan pengelolaan DAS yang lebih baik. Dalam ketiga bidang ini, Belanda diyakini lebih inovatif dibanding negara lain.

Letak geografis yang tidak menguntungkan itu justru membuat Belanda menjadi spesialis dalam hal pengelolan air. Negara lain banyak meminta bantuan dari Belanda untuk menangani soal beginian. Para teknisi dari negeri kincir angin itu kerap diundang oleh negara lain untuk menangani masalah air.

Diakui atau tidak, pengalaman yang dimiliki oleh Belanda selama berabad-abad dalam pengelolaan air ini mendapat pengakuan dari seluruh dunia. Teknisi pengelolaan air dari Belanda ikut membantu rekonstruksi tanggul di New Orleans, Amerika dan pembangunan sistem perlindungan banjir di London, Venice dan St Petersburg.

Hingga kini di Belanda ada sekitar 2000 perusahaan yang aktif di sektor air. Sebanyak 1500 di antaranya bergerak di bidang teknologi air dan 500 lainnya dalam teknologi delta. Pada tahun 2008, omset sektor air Belanda (domestik dan ekspor) sebesar 16,4 miliar euro, di mana 57 persen di antaranya diperoleh oleh perusahaan-perusahaan teknologi air.

Pada tahun yang sama, nilai ekspornya mencapai 6,5 miliar euro. Sekadar diketahui, Delta Works sebagai proyek perlindungan banjir terbesar di dunia sukses menyelesaikan lebih dari 16.500 kilometer tanggul dan 300 strukturnya. Dan hal itu dilakukan oleh negara bekas penjajah kita, saudara-saudara!

Salah satu inovasi Belanda di bidang pengelolaan air bersih adalah apa yang dikembangkan Dutch Rainmaker, yaitu memisahkan air tawar dan air asin melalui layar udara. Kok bisa? Mereka memang punya keahlian menyulap air dari udara. Melalui teknologi turbin angin mereka mengawinkan produksi air dan keahlian pemurnian secara berkelanjutan mengekstraksi air dari udara. Ide memanfaatkan tenaga angin untuk mengambil uap air dari udara memang bukan hal baru bagi banyak perusahaan di Belanda. Namun, mereka terus menyempurnakan teknik yang boleh dibilang unik ini, yaitu memanen air tanpa menggunakan pasokan energi eksternal.

Pendekatan inovatif ini mengundang perhatian di Forum Eco-inovasi Eropa ke-5, European Committee of Environmental Technology Suppliers Associations (EUCETSA). Proyek ini didukung oleh Ashok Bhalotra, arsitek Heerhugowaard’s City of the Sun, daerah perumahaan CO2 terbesar di dunia. Menurut Gerard Schouten dari Dutch Rainmaker, sistem yang dikembangkan mereka sama sekali tidak bergantung pada listrik. “Turbin angin menggerakkan pompa pemanas yang mendinginkan udara dari bawah, mirip cara kerja dalam sistem AC,” katanya.

Sebagai daerah dengan kondisi kelembaban di atas rata-rata, Belanda memang cocok memanfaatkan sistem tersebut. Apalagi, sifat udara memang selalu mengandung air. Bayangkan saja, 1 kg udara pada 20°C dengan kelembaban relatif (RH) 50% mengandung sekitar 7 gram air, sementara pada 30°C dan 50% RH, mengandung hampir 14 gram. Jadi sangat wajar, jika sistem dari Belanda Rainmaker ini cocok untuk daerah kurang hujan atau memiliki jumlah air asin cukup besar.

“Sistem ini menghasilkan 10 sampai 20 kali lebih kecil dari kincir angin rata-rata di Belanda dan memiliki produksi harian 7 000 liter,” kata Schouten. Melalui sistem ini, mereka mengekstraksi air minum dari air asin atau air yang tercemar. Hebatnya lagi, sistem ini sama sekali tidak dimaksudkan sebagai instalasi pemurnian, melainkan menghilangkan kandungan garam.

Negeri Belanda memang ditakdirkan mendapat karunia berupa melimpahnya sumber air: dalam bentuk danau, sungai atau kanal. Tapi, dengan sistem Rainmaker tersebut, Belanda mampu mengubah air yang tak layak konsumsi tersebut menjadi aman untuk dikonsumsi: air bersih. Sistem yang mampu bertahan 20 tahun itu sangat ramah lingkungan. Nah, luar biasa bukan?

Sudah selayaknya, Aceh yang sering bermasalah dengan air bersih belajar dan mencuri teknologi dari Belanda soal pengelolaan air. Minimal, tak ada lagi warga yang merepet tiap kali pasokan air dari perusahaan air minum pemerintah tersendat-sendat!

Image source: 1, 2, 3

Referensi
– http://ec.europa.eu/environment/ecoap/about-eco-innovation/good-practices/netherlands/560_en.htm
– http://www.government.nl/documents-and-publications/leaflets/2014/03/01/water-innovations-in-the-netherlands.html
– http://www.hollandtrade.com/sector-information/water/?bstnum=4887
– http://www.hollandtrade.com/sector%2Dinformation/water/water%2Dtechnologies/?bstnum=4931

Leave a Comment