Di hadapan kuah beulangong kita semua adalah pencecap sekaligus pemburu. Ya, pemburu kuah beulangong. Tak ada beda apakah dia seorang jurnalis, blogger atau steemian (kreator konten di Steemit), karena di hadapan kuah beulangong, profesi melebur dan menjadi tidak lagi penting.
Di dekat kuah beulangong status sosial seseorang bahkan menjadi setara. Mereka akan duduk melingkar kuali besar, menunggu kapan daging yang berada di dalam kuali itu bisa disantap. Begitu masakan itu bisa dimakan, orang akan makan dalam piring plastik yang sama, mengambil beberapa potong daging dan satu gelas air mineral. Lalu, orang yang berbeda status sosial itu akan mencari tempat untuk menyangga pantat, pokoknya asal aman untuk bersantap.
Undangan menikmati kuah beulangong akan dirayakan dengan suka cita. Sama sekali tidak boleh diabaikan apalagi berpura-pura lupa untuk punya alasan tidak menghadirinya. Tidak, mengabaikan undangan menikmati kuah beulangong dari suatu komunitas menunjukkan kita berjarak dengan mereka, dan alamatnya menjadi kurang baik.
Bagi para pemburu kuah beulangong, undangan menikmati kuah beulangong adalah berkah. Di kalangan para pemburu ini berlaku sebuah rumus umum di mana mereka mengamalkannya dengan perasaan riang: kalau yang memasak kuah beulangong lupa mengundang, maka kita tak boleh lupa untuk datang. Sebab, sekali kita sudah menjadi bagian dari para penikmat kuah beulangong, selamanya kita akan dianggap bagian dari mereka.
Begitu kuah beulangong sudah masak dan siap dihidangkan, orang tidak akan bertanya lagi dari komunitas mana kalian datang, bersama siapa pergi atau apa profesi kalian. Bahkan, pertanyaan ‘siapa yang mengundang Anda’ sama sekali tak pernah disinggung bahkan ketika pesta menikmati kuah beulangong itu usai.
Aku sudah menghadiri banyak sekali undangan menikmati kuah beulangong dan itu bukan semata-mata acara makan besar. Ia bagian dari memperkuat silaturahmi, berbagi kegembiraan dan sebagai medium membicarakan hal-hal yang tidak penting agar tetap menjadi penting.
Tempo hari, misalnya, di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh digelar buka puasa bersama dengan menu utama kuah beulangong. Ada 25 ekor bebek segar dan muda yang dimasak dengan resep masakan Aceh Rayeuk. Selain jurnalis, banyak Steemian yang juga menjadi tamu kehormatan.
Jauh sebelum masuk bulan ramadan, di tempat yang sama juga digelar pesta kuah beulangong atau di kalangan Steemian disebut #saveitek atau #savekameng. Bedanya saat itu yang dimasak adalah kambing, sehingga disebut #savekameng. Kambing itu sedekah seseorang sebagai kambing kaul alias kameng kaoy.
Dan, sebagai steemian, momentum itu kerap digunakan untuk promo steem. Bedanya, mereka tidak memasang spanduk besar-besar untuk meyakinkan paus bahwa mereka sedang menggelar promo steem. Steemian Pemburu Kuah Beulangong (PKB) jauh dari kesan demikian. Mereka tak mencari muka dalam mempromosikan platform berbasis blockhain ini.
Sebab, mereka sadar akan satu hal: barang bagus itu tak butuh promosi. Dan sejauh ini, Steemit terbukti sebagai platform bagus yang menarik minat para penulis, blogger dan jurnalis untuk mengail di kolam berbasis blockhain.