AJI: Ungkap Kasus Pembunuhan Sembilan Wartawan

Misdarul Ihsan

JAKARTA – Tanggal 23 November 2011, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bergabung dengan ribuan jurnalis di seluruh dunia memperingati kampanye internasional Anti Impunitas.

Kegiatan ini merupakan solidaritas AJI terhadap kasus pembantaian 32 wartawan di kota Ampatuan, Provinsi Maguindanau, Filipina, 23 November 2009. Setelah dua tahun, pemerintah Filipina belum berhasil mengungkap atau menangkap pelaku pembunuhan ke pengadilan.

Impunitas adalah praktek pembiaran atau pembebasan pelaku kejahatan dari tanggung jawab hukum, merupakan praktek yang dewasa ini marak di berbagai negara. Mengutip Internatinal Freedom of Expression Exchange (IFEX) dimana AJI menjadi anggotanya, lebih dari 500 wartawan tewas dalam 10 tahun terakhir dari berbagai negara.

Sembilan dari sepuluh kasus tersebut, pembunuhnya bebas dari tanggung jawab hukum. Irak memiliki tingkat impunitas tertinggi dengan 92 wartawan tewas tanpa ada penegakan hukum, disusul Pakistan, Somalia,Afganistan, dan Filipina.

“Perlindungan terhadap jurnalis adalah kewajiban semua pihak termasuk media tempat Jurnalis tersebut bekerja. Untuk menghindari kekerasan, jurnalis dituntut proporsional dan profesional. Jurnalis juga diimbau menghindari pemberitaan yang berisiko hilangnya nyawa,” kata Mukhtaruddin Yacob, Ketua AJI Kota Banda Aceh

AJI mencatat selama periode 2005-2010 terjadi 321 kasus kekerasan termasuk pembunuhan terhadap jurnalis di Indonesia. Sejak 1996 AJI mencatat 10 kasus pembunuhan wartawan, sebagian besar dari kasus itu belum terungkap atau dibiarkan menjadi misteri. Sepuluh kasus pembunuhan itu diantaranya :

Alfrets Mirulewan (Tabloid Pelangi), tewas pada 18 Desember 2010, di Pulau Kisar, MalukuBarat Daya. Ridwan Salamun (Sun TV), tewas pada 20 Agustus 2010, di Tual, Maluku Tenggara. Ardiansyah Matra’is (Merauke TV), ditemukan tewas pada 29 Juli 2010, di Merauke, Papua.
Muhammad Syaifullah (Kompas), ditemukan tewas pada 26 Juli 2010, di Balikpapan.
Anak Agung Prabangsa (Radar Bali), ditemukan tewas pada 16 Februari 2009, di PadangBai, Bali. Herliyanto (wartawan freelance), tewas pada 29 April 2006, Probolinggo, Jawa Timur.

Elyudin Telaumbanua (Berita Sore), hilang sejak 24 Agustus 2005, di Nias, Sumatera Utara. Ersa Siregar (RCTI), tewas tertembak pada 29 Desember 2003, di propinsi Aceh. Agus Mulyawan (Asia Press), tewas pada 25 September 1999, di Los Palos, Timor Timur. Fuad Muhammad Syarifuddin (Bernas Yogya), dibunuh pada 16 Agustus 1996 di Bantul, Yogyakarta

“Memperingati tahun ke dua Hari Impunitas Internasional, AJI menuntut kepolisian Republik Indonesia agar menuntaskan berbagai kasus pembunuhan jurnalis, termasuk kasus Udin di Yogya. AJI juga mengecam bebasnya pelaku pembunuhan terhadap Ridwan Salamun di Tual, Maluku Tenggara,” ujar Eko Maryadi, Pengurus Divisi Advokasi AJI Indonesia.

Beberapa waktu lalu, Aliansi Jurnalis Independen memprotes Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, yang akan menghentikan penyidikan kasus pembunuhan wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin yang dibunuh pada 16 Agustus 1996 di Bantul. AJI mendesak Kepolisian Republik Indonesia menyelesaikan utang kasus Udin sebelum kasus ini kadaluawarsa memasuki usia 18 tahun. AJI menyebut contoh keberhasilan Polri mengungkap kasus pembunuhan terhadap AA Prabangsa di Bali pada 16 Februari 2009. Para pembunuh wartawan Radar Bali itu divonis hukuman seumur hidup sampai 8 tahun.

Pada peringatan Hari Impunitas ini, AJI menyerukan agar pemerintah menunjukkan keberpihakannya bagi upaya penegakan hukum, termasuk kasus pembunuhan jurnalis.

“AJI akan mengawal berbagai kasus pembunuhan tersebut, dan tidak ragu membawanya ke komunitas internasional apabila pemerintah menunjukkan itikad pembiaran dan melanggengkan impunitas,” ucap Nezar Patria.