Setelah kehilangan beberapa kelas literasi Arisan Buku Kura-kura Berjanggut, Arisan ini berlangsung di warkop mantan Black Jack lama, yang dibeli oleh seorang arsitek sehingga ini sekarang menjadi kafe yang homie diberi judul T36. Maka suasana gaduh dan rame black jack menjadi sendu dan senyap ala kafe eklusif highclass.
Maka aku datang kali ini pertama, kulihat ada rak buku dan kubacalah buku-bukunya sembari menunggu peserta dan pemateri yang kebetulan juga pengarang kura-kura berjanggut, tapi saat datang janggut dan brewoknya sudah dipangkas habis.
Maka setelah makan nasi goreng saya melihat sudah ada adik leting saya di RIAB yang datang sudah adalah saya lawan berbincang. Mereka juga bawa bukunya dan Khalil sudah khatam membaca Kura-kura berjenggot yang hampir seribu halaman itu.
Maka diskusi dimulai, disuruh perkenalan diri dan aku menyebut banyak pekerjaanku dan mereka yang datang banyak mengaku pengangguran sedang seorang menyebut dirinya Caleg.
Maka diskusi diawali dengan pengetahuan dasar tentang buku sastra pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa ini. Aku sudah baca 300an halaman dan lain belum baca kecuali adik leting tadi. Maka bang Azhari Aiyub pengarangnya menjelaskan lagi kisah di balik penulisan kisah ini.
Beliau bilang masa depan Indonesia akan maju ke depan selama banyak pembaca di negeri ini dan acara-acara begini berlangsung. Setiap zaman yang maju pasti melahirkan sastrawan yang keren seperti pada masa kegemilangan Aceh ada Hamzah Fansuri dan Nuruddin Ar-Raniry.
Kura-kura Berjanggut kata Khalil juga berlatar sama dengan buku Pramudia Ananta Toer yang berjudul Arus Balik. Sama-sama menceritakan sejarah Indonesia dari latar maritim. Aku belum tamat baca dua-duanya jadi belum bisa berkomentar banyak.
Yang aku tahu Kura-kura Berjenggot ini seru dan membuat kita terkadang terombang-ambing dilaut, merasakan kamar istana, dan masuk ke dalam penjara bawah tanah yang penuh dengan penjahat. Juga kita merasa seperti kembali ke masa lampau dimasa kegemilangan Aceh pas rempah-rempah merupakan emas bagi Eropa.
Belanda kata Bang Azhari, tidaklah dengan mudah masuk ke Indonesia. Mereka membutuhkan bertahun-tahun untuk menemukan jalur laut ke nusantara. Juga pelayaran dulu kan mengikuti arah angin, dan tidak secanggih sekarang. Untuk menuliskan pelayaran kuno ini Azhari mempelajari bagaimana pelayaran pada Abad ke-16 ini secara khusus. Bahkan istilah-istilah pelayaran Azhari ada kamusnya.
Acara Arisan Buku ini digelar dwimingguan, dan yang kutu buku atau ada kutu rambut boleh ke sini untuk sama-sama berdiskusi tentang buku-buku sastra yang dibaca, bersama pemateri-pemateri yang keren dan intelek yang sudah berkarya tulis maksudnya mungkin yang sudah punya buku sendiri.