Jakarta – DPR RI mengesahkan lagi dua rancangan undang-undang menjadi undang-undang yakni RUU tentang Intelijen Negara dan RUU tentang Komisi Yudisial pada rapat paripurna di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (11/10). Pimpinan rapat paripurna, Priyo Budi Santoso mengetukkan palu masing-masing tiga kali sebagai tanda disahkannya RUU tentang Intelijen Negara serta RUU tentang Komisi Yudisial setelah seluruh anggota DPR RI yang hadir menyatakan persetujuannya.
“Dengan persetujuan dari seluruh anggota DPR yang hadir maka bertambah dua UU lagi yang disahkan oleh DPR,” katanya.
Menurut dia, dengan disahkannya UU Intelijen maka operasi intelijen di Indonesia akan berjalan lebih baik serta ada koridor humum yang jelas.
Dengan diberilakukannya UU tentang Intelijen, kata dia, diharapkan lembaga maupun aparat intelijen bisa lebih kuat dan lebih cermat, sehingga tidak ada lagi kecolongan informasi termasuk aksi teror.
Pada rapat paripurna tersebut, DPR RI juga mengesahkan RUU tentang Komisi Yudisial menjadi UU.
Menurut Priyo, UU tentang Komisi Yudisial yang baru disahkannya ini merupakan revisi dari UU tentang Komisi Yudisial sebelumnya, guna menguatkan kewenangannya Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas hakim.
“DPR RI merevisi UU tentang Komisi Yudisional karena memandang kewenangan Komisi Yudisial perlu dikuatkan,” kata Priyo.
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, memberikan catatan atas pengesaqhan UU tentang Komisi Yudisial.
Menurut dia, pada pasal 37 ayat 3 dan 5 diberi penjelasan bahwa cukup jelas calon anggota pengganti sebagaimana dimaksud ayat 1.
Kemudian pada pasal 28 menyebut ada tim seleksi.
“Ini harus diperjelas lagi agar tidak ada kerumitan hukum seperti calon pimpinan KPK, sehingga kemudian tidak ada lagi perdebatan-perdebatan,” katanya.
Politisi PKS ini juga meminta Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, agar menjelaskan koreksi atas catatannya. [Antara]