Kebebasan Pers Terancam

Misdarul Ihsan

Jakarta – Ada tiga ancaman yang masih menghantui kerja jurnalistik di Tanah Air. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Eko Maryadi mengatakan dalam beberapa tahun ke depan jurnalis Indonesia akan mengalami tiga macam ancaman kekerasan.
Jika hal ini terus dibiarkan akan memasung kekebasan pers di Indonesia. Padahal, kebebasan pers di Indonesia relatif jauh lebih baik dari era sebelumnya.

Tiga macam ancaman kekerasan itu adalah  kekerasan struktural dalam bentuk intimidasi alat pemerintah seperti polisi dan satpol PP.

Hal kedua kekerasan dalam bentuk pembiaran aparat negara. “Dimana alat negara tidak bekerja sungguh-sungguh dalam mencegah terjadinya kekerasan,” papar Eko.

Soal ketiga adalah kekerasan impunitas. Yakni, para pihak yang telah melakukan kekerasan terhadap jurnalis bisa melenggang bebas tanpa mempertanggungjawabkan kejahatannya.

“Saya ingatkan rekan jurnalis untuk bekerja sesuai etika supaya tidak jadi target kekerasan. Kemudian jika meliput di daerah konflik tolong jaga zona aman,” ujar pendiri AJI yang akrab disapa Item itu.

Pada Senin (12/12), rumah seorang jurnalis The Rote Ndao News, Nusa Tenggara Timur (NTT), Dance Hanukh, dibakar dan dihancurkan oleh sekelompok orang. Akibat syok karena insiden itu, putri Dance, Gino Novitri Henukh yang baru berusia satu bulan meninggal dunia.

Hari ini, seorang jurnalis wanita dari harian Erende, Rote Ndao, NTT, Endang Sidin, mengaku dirinya sempat disekap oleh seorang polisi pramong praja dan diancam akan dihabisi karena memberitakan seorang PNS yang menjadi calo proyek.

Beberapa hari yang lalu seorang jurnalis di Surabaya diusir dan dilecehkan sekuriti konsulat Amerika Serikat karena ia memotret kemacetan yang terjadi akibat pembatas jalan di depan konsulat tersebut.

Sejak 1996 sampai 2010, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat terjadinya 10 kasus kekerasan yang berujung pembunuhan terhadap wartawan.

Sebagian besar dari kasus-kasus tersebut masih belum terungkap atau dibiarkan menjadi misteri sampai sekarang. Seperti kasus pembunuhan wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin di Bantul pada 1996 lalu.

Beberapa waktu lalu, AJI memprotes Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, yang akan menghentikan penyidikan kasus pembunuhan wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin yang dibunuh pada 16 Agustus 1996 di Bantul.

AJI mendesak kepolisian menyelesaikan utang kasus Udin sebelum kasus ini kedaluarsa memasuki usia 18 tahun. AJI lantas menyebut contoh keberhasilan Polri mengungkap kasus pembunuhan terhadap AA Prabangsa di Bali pada 16 Februari 2009. Para pembunuh wartawan Radar Bali itu divonis hukuman seumur hidup sampai 8 tahun penjara.

Sebelumnya, polisi juga membebaskan pelaku pembunuh wartawan Sun TV, Ridwan Salamun yang meninggal di Tual, Maluku, Agustus 2010 silam.[beritasu.com]