Banda Aceh-Tsunami, manusia dan predator alami merupakan penyebab utama langkanya penyu di Aceh dan Indonesia. Dari 10 indukan yang pernah bersarang di pesisir Aceh Besar, hanya 2-3 indukan penyu lagi yang kerap dijumpai oleh masyarakat pesisir. Sementara di Sukabumi, tukik dan telur-telurnya di buru untuk ‘kejantanan’ manusia. Tragis!
Enam dari Tujuh Penyu Dunia Ada di Indonesia
Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudera di dunia. Menurut data para ilmuwan, Penyu sudah ada sejak akhir zaman jura (145 – 208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan Dinosaurus. Penyu merupakan salah satu satwa di muka bumi ini dengan masa hidup yang sangat panjang.
Jenis-jenis Penyu di dunia, antara lain Penyu Belimbing (Dermochelys Coriacea), Penyu Hijau (Chelonia Mydas), Penyu Pipih (Natator Depressus), Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata), Penyu Tempayan (Caretta Caretta), Penyu Lekang/Sisik Semu (Lepidochelys Olivacea) dan Penyu Kempi (Lepidochelys Kempii).
Perairan Indonesia dikarunia enam dari tujuh jenis penyu yang masih tersisa di bumi. Satu-satunya jenis penyu yang tidak pernah ditemukan di Indonesia adalah Penyu Kempi (Lepidochelys Kempii).
Pesisir Aceh Besar merupakan salah satu sumber kekayaan alam Aceh yang banyak menyimpan keanekaragaman hayati. Selain ekosistem terumbu karang, terdapat salah satu hewan yang dilindungi yaitu penyu.
Penyebab Penyu Langka
Aceh Besar mempunyai 8 Kecamatan pesisir, diantaranya Kecamatan Seulimuem (Lhok Leungah dan Lhok Lampanah), Kecamatan Mesjid Raya (Lhok Krueng Raya dan Lhok Lamnga), Kecamatan Baitussalam (Lhok Lambada Lhok), Kecamatan Peukan Bada (Lhok Lamteungoh-Ujong Pancu), Kecamatan Pulo Aceh (Lhok Pulo Aceh), Kecamatan Lhoknga (Lhok Lampuuk dan Lhok Lhoknga), Kecamatan Leupueng (Lhok Riting, Lhok Pulot dan Lhok Seudu), Kecamatan Lhong (Lhok Paro, Lhok Kareung, Lhok Saney dan Lhok Pudeng).
Menurut informasi dari Panglima Laut Lhok tersebut di atas, di semua wilayah tersebut terdapat tempat untuk Penyu bertelur. Tetapi pasca musibah Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, hewan yang dilindungi tersebut sudah langka. Hanya di beberapa Lhok yang masih ada lokasi Penyu bertelur. Diantaranya di Pasie Weung Lhok Pulo Aceh, di Pasie Lange Lhok Lampuuk, di Gampong Baro Lhok Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam dan di pesisir Lhok Lhoknga (antara depan PT. SAI sampai dengan Pulo Kapok) dengan jumlah sarang yang sudah sangat sedikit.
Pasie Lange adalah salah satu pesisir pantai pasir putih dengan panjang garis pantai berkisar 900 meter yang terletak di dalam administrative Lhok Lampuuk Kecamatan Lhoknga Aceh Besar. Dari letak geografisnya, Pasie Lange berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang merupakan jalurnya Penyu untuk berimigrasi dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Menurut penuturan dari berbagai pihak yang terkait langsung dengan lokasi Pasie Lange, bahwa di sekitar pesisir pantai Pasie Lange terdapat 3 jenis penyu yang sering menyinggahinya untuk bertelur, diantaranya Penyu Belimbing (Dermochelys Coriacea), Penyu Hijau (Chelonia Mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata).
Dari hasil komunikasi dengan masyarakat yang sering berpergian dan beraktifitas di Pasie Lange, sekarang penyu yang singgah bertelur di Pasie Lange, hanya tinggal 2 sampai 3 indukan.
“Itu sangat jauh bedanya dengan 20 tahun yang lalu yang mencapai 10 indukan penyu yang singgah bertelur di Pasie Lange,” ujar Ketua Panitia Pelepasan Penyu di Pasie Lange Lhok Lampuuk Kecamatan Lhoknga, Gemal Bakri awal Maret 2012 lalu. Acara Pelepasan Penyu ini dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP Aceh Besar/ Tim Penyuluh Lampuuk), Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Imuem Mukim Lampuuk, Panglima Laot Lhok Lampuuk, Kawasan Bina Bahari (KABARI) Lampuuk serta Jaringan Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) Aceh.
Dikhawatirkan 5 sampai 10 tahun yang akan datang, di Pasie Lange tidak ada lagi penyu yang menyiggahinya. Bahkan, parahnya binatang bertempurung ini akan punah di Aceh bila tidak ada komunitas yang berinisiatif untuk menyelamatkan telur penyu dari ancaman-ancaman di lokasinya masing-masing. Khususnya di Pasie Lange Lhok Lampuuk, Kecamatan Lhoknga Aceh Besar.
Pemburu Alami dan Manusia Jadi Sponsor Pembunuh
Permasalahan yang dihadapi sekarang di Pasie Lange Lhok Lampuuk, adanya aktifitas manusia yang mengambil telur oleh para pemburu untuk di konsumsi sendiri, dijual dan di jadikan aksesoris. Mereka tidak memikirkan keberlanjutan populasi dari hewan tersebut. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya pemahaman/pengetahuan tentang manfaat penyu dari masyarakat.
Permasalahan lain, banyaknya komunitas lain di luar masyarakat lokal yang masuk ke kawasan Pasie Lange tanpa izin dari perangkat adat dan gampong di sekitarnya. Sehingga terjadinya pencemaran pantai dan sampah-sampah dari pengunjung yang merusak lingkungan di sekitar. Belum lagi adanya pembakaran ranting-ranting pohon untuk api unggun atau hal lainnya.
“Alat penangkap ikan yang mengganggu dan membunuh penyu (jaring, bius), membuat kebisingan di lokasi tersebut. Selain itu ada juga ancaman dari alam sendiri, seperti predator penyu di darat (biawak, babi, kepiting) yang jelas menambah potensi bahaya bagi makhluk amfibi ini,” tandasnya.
Demi “Kejantanan”, Penyu Hijau Nyaris Punah
Bukan hanya di Aceh, di Jawa Barat populasi penyu juga kian langka. Salah satu jenis penyu yang mulai jarang terlihat adalah penyu hijau (Chelonia Mydas). Padahal, jenis ini termasuk penyu yang dilindungi negara dan masuk dalam konvensi binatang langka internasional.
Salah satu populasi penyu langka ini ada di kawasan Pantai Pangumbahan, Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi. Namun di sana rawan akan pencurian terlur penyu dan tukik (anak penyu). Untuk mengamankan kawasan ini, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang merupakan penanggung jawab kawasan sekaligus konservasi penyu kewalahan. Jumlah karyawan yang tidak lebih dari 12 orang, memaksa pihak terkait untuk meminta bantuan pada pihak lain.
“Kami libatkan anggota keamanan dari TNI dan Polri untuk mengantisipasi terjadinya pencurian telur penyu di kawasan konservasi pantai pangumbahan,” kata Kepala Bidang Pengeloaan Sumber Daya dan Konservasi DKP, Subtommy Subas, seperti yang dirilis VIVAnews.com, (16/2).
Dalam pengawasan wilayah, terutama pada musim bertelur para pencuri sering masuk untuk mencuri telur dan tukik. Menurut Tommy, populasi telur penyu di Pantai Pangumbahan terus berkurang, dari 200 ribu telur butir penyu yang ditargetkan pada 2011 berkurang menjadi 132.047 butir.
Maraknya pencurian telur, merupakan salah satu penyebab turunnya populasi telur di Pantai Pangumbahan. “Untuk mencegah pencurian, kami juga berkoordinasi dengan masyarakat dan memberdayakannya, karena dengan cara tersebut populasi penyu hijau di Pangumbahan bisa terus bertambah,” harapnya.
Dari data yang ada, tidak kurang dari 500 butir telur dan tukik setiap harinya pada saat musim bertelur dicuri. Para pencuri tergiur dengan harga telur penyu yang bisa dijual antara Rp4.000–Rp7.000 per butirnya. Sedangkan untuk tukik harganya lebih tinggi antara Rp50.000 hingga Rp100.000 per ekor.
Nominal ini yang menggiurkan bagi para pencuri. Para pengkonsumsi telur penyu dan tukik percaya selain lezat telur penyu dan tukik memiliki khasiat serupa obat. Menyembuhkan hipertensi, pegal linu, terutama penambah kejantanan dan lain-lain. Sementara tukik dijual untuk menjadi ikan hias di akuarium.[rel/red/vvn]