Harlan

KIP Cabut SK No 29/2012

Banda Aceh- Komisi Independen Pemilihan Aceh mencabut Surat Keputusan No 29/2012 yang mengatur soal tahapan pendaftaran, verifikasi, hingga penetapan bakal kandidat baru. Pada SK itu disebutkan bahwa pendaftaran kandidat hanya berlangsung hingga 20 Januari. Dengan pencabutan SK ini, maka KIP menegaskan membuka pendaftaran selama tujuh hari.

Pencabutan SK No 29/2012 dilakukan KIP Aceh setelah menggelar rapat tertutup dengan komisioner KIP se-Aceh di Banda Aceh, Kamis (19/1). Ketua Divisi Perencanaan dan Data KIP Aceh Yarwin Adi Dharma mengatakan, para komisioner KIP se-Aceh mengaku tidak nyaman dengan jadwal tahapan yang diatur dalam SK 29 tersebut.

“Kawan-kawan tidak nyaman dengan tahapan itu, kalau pendaftaran hanya tiga hari. Keinginan kawan-kawan di kabupaten/kota, kita maksimalkan saja pendaftaran selama tujuh hari,” kata Yarwin kepada wartawan pada konferensi pers di Media Center, Kamis (19/1).

Konferensi pers dihadiri oleh Ketua KIP Abdul Salam Poroh, Akmal Abzal (komisioner), dan Roby Syahputra (komisioner).

Yarwin menyebutkan, untuk memfinalisasikan tahapan baru pemilihan para komisioner KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota masih akan mengadakan rapat hingga sore nanti. Dalam rapat pleno pagi tadi, kata Yarwin, salah satu usul yang mengemuka adalah menjadwal ulang tahapan pilkada.

“Nanti akan kita bahas lebih lanjut,” kata dia.

Roby Syahputra menyebutkan, SK KIP Aceh No 29 tahun 2012 akan dicabut dan diganti dengan surat keputusan yang baru.

“KIta akan mencabut pengumuman SK No 29 dan akan kita buat pendaftaran selama tujuh hari, agar jangan menimbulkan kegalauan di seluruh kabupaten/kota,” ujar Roby.

Mengenai langkah selanjutnya, Ketua KIP Abdul Salam Poroh mengatakan, pihaknya masih akan terus melakukan diskusi dan rapat dengan komisioner dari kabupaten/kota.

“Jadi apa langkah berikutnya, itu terus kita bahas. Prinsipnya, tidak semua dari kita melanggar amar putusan MK,” ujarnya.

Rapat hari ini dengan komisioner KIP se-Aceh membahas teknis pelaksanaan amar putusan sela Mahkamah Konstitusi.

“Kita membahas teknis pelaksanaan putusan MK di lapangan. Karena KIP kabupaten/kota melaksanakan lebih teknis, sampai melipat surat suara. Sedangkan kita di Provinsi lebih pada kebijakan,” kata Abdul Salam Poroh.[]