Banda Aceh-Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh melalui Koordinatornya, Destika Gilang Lestari mengatakan, situasi menjelang perlaksanaan Pilkada Aceh memperlihatkan kondisi yang tidak baik.
Hal ini disebabkan adanya praktek intimidasi yang dilakukan oleh orang-orang tidak dikenal, baik kepada calon yang ikut serta dalam pesta demokrasi Aceh 2012, maupun keluarga mereka yang mendukung salah satu pasangan tertentu.
KontraS Aceh mencatat setidaknya ada 10 kasus teror yang disertai dengan praktek kekerasan dalam kurun waktu dari Januari-Febuari 2012. Karenanya, Destika menyatakan kondisi ini sangat mengkhawatirkan, dimana teror dan praktek kekerasan terus berlansung dan diperlukan upaya konprehensif dalam meredam tingkat kekerasan jelang pilkada Aceh.
Lanjutnya, aksi kekerasan kemungkinan akan terus meluas dan berimplikasi serius terhadap Perdamaian Aceh, jika Polisi gagal menangkap pelaku dan membongkar motif teror yang disertai dengan kekerasan tersebut. Konon lagi jika aksi kekerasan itu tidak semata-mata bercorak kriminal murni. Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar, Destika menduga bahwa hal ini bisa diasumsikan pelaku ingin menebar ketakutan secara khusus pada pihak tertentu, sekaligus menebar konflik kebencian antar sesama kandidat.
“Jika skenario ini berhasil diwujudkan oleh pelaku maka tidak hanya Pilkada yang diharapakan dapat berjalan secara demokratis, tapi juga berimplikasi kepada proses perdamaian Aceh yang sudah tujuh tahun berjalan,” ujar Destika.
KontraS Aceh menilai meskipun situasi politik Aceh yang pada beberapa bulan terakhir terdapat perbedaan sikap dan pandangan terkait dengan pelaksanaan Pilkada Aceh, bukanlah penyebab utama teror yang dilakukan oleh salah satu partisipan Pilkada Aceh.
Secara tegas, KontraS Aceh menilai bahwa pelaku yang merusak jalannya demokrasi di Aceh adalah pihak yang memang sengaja ingin menciptakan suasana konflik antara para kandidat. Dikarenakan hal tersebut, KontraS Aceh meminta para kandidat yang maju sebagai bakal calon, baik gubernur, bupati, dan walikota untuk tidak terpancing atau mencurigai salah satu pihak lainnya.
Atas hal tersebut, Destika kembali menuturkan bahwa KontraS Aceh berkeyakinan, sehebat apa pun bentuk teror dan praktek kekerasan yang dilakukan oleh orang tidak bertangungjawab guna memunculkan kisruh Pilkada, tidak akan menyeret Aceh kembali dalam konflik kekerasan.
“Karena hal itu sangat kontraproduktif dengan harapan dan kesadaran rakyat Aceh yang sangat menderita akibat konflik bersenjata.”
KontraS Aceh justru meminta para pihak untuk membuktikan statement yang dikeluarkan oleh Kementerian Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) menyatakan, Aceh berada diperingkat nomor satu sebagai Provinsi dengan Indeks Demokrasi terbaik Indonesia. Sekretaris Menko Polhukam Letjen Hotmangaradja Pandjaitan kembali menuturkan bahwa Aceh bekas konflik dan amukan tsunami itu juga masuk sebagai barometer penilaian dunia terhadap kondisi demokrasi dan pembangunan di nusantara, pada Kamis (23/2).
TNI dan Polri Jangan Terlibat Politik Praktis
KontraS meminta pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri untuk tidak terlibat dalam politik praktis, menjelang perlaksanaan Pilkada Aceh 2012 untuk bersikap netral sebagai perwujudan pilkada damai dan tetap menjunjung tinggi kebebasan berpolitik dan berdemokrasi sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU TNI.
Pihaknya juga berharap para kontestan Pilkada Aceh 2012 yang ikut dalam pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk bersikap dan bertindak secara arif dan bijaksana sehingga tidak terjebak dalam kondisi politik teror dan senantiasa mengkampanyekan kepada publik tentang Pilkada damai.
“Karena kami yakin bahwa hal ini penting dilakukan guna meredam dan menghilangkan gejolak politik antagonis diantara para pihak,” Lanjut Destika.
KontraS juga meminta pihak Kepolisian untuk tidak membiarkan konfrontasi Politik Aceh terus bergulir. “Berbagai kalangan di Aceh telah berulang kali mengharapkan kepada kepolisian untuk mengambil langkah-langkah yang patut dalam menyelesaikan teror dan praktek kekerasan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab,” pungkasnya.[]