Banda Aceh- Pelibatan militer dan Densus 88 dalam pengamanan pilkada, harus mempunyai rasa sensitif terhadap korban masa konflik. Hal ini dikatakan Feri Kusuma dari Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Minggu (15/1) pada Aceh Corner.
Karena, katanya, pada umumnya korban masih belum sembuh terhadap trauma masa lalu.Inisiatif Kapolda Aceh memfasilitasi multi stakeholder dalam diskusi menyikapi perkembangan situasi kamtibmas menjelang Pemilukada dan mencari solusi bersama untuk menciptakan rasa aman bagi seluruh masyarakat serta pelaksanaan pemilu damai patut diapresiasi.
“Selain itu aparat Polri harus memastikan perlindungan masyarakat dan penegakan hukum,” tambahnya lagi.
Kasus penembakan di Aceh, kata Feri, merupakan tantangan bagi Polri.
“Tapi saya yakin polisi mampu mengungkap pelaku. Biarkan polisi yang bekerja karena ini memang tanggungjawab polisi sebagai penjaga keamanan dan penegakan hukum,” lanjutnya.
Feri juga mempertanyakan pelibatan 1.749 TNI dalam pengamanan Pilkada. Dia merasa perlu adanya penjelasan lebih jauh tentang mekanisme, aturan dan sejauhmana peran tentara dalam pengamanan Pilkada di Aceh.
Berdasarkan pengalaman 2009, personil TNI katanya di tempatkan di ring tiga. Tapi, faktanya KontraS Aceh menemukan aparat TNI berada di ring dua, bahkan di dekat Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Semoga aparatur pemerintah benar-benar menjunjung tinggi profesionalitas dalam Pilkada kali ini,” tambah Dia.
“Jangan sampai operasi-operasi tentara dan polisi justru memicu kembali rasa trauma masyarakat,” pungkasnya seraya mengatakan, selain harus sensitif terhadap pengamanan Pilkada, pihak terkait juga perlu mengatur mekanisme pengaduan jika nantinya masyarakat menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam pengamanan pilkada.[rel]