Canberra-Anggota Komisi Keadilan Sosial warga Aborijin dan Pulau Selat Torres Mick Gooda mengaku terkejut dengan aksi unjuk rasa warga Aborigin yang mengakibatkan PM Julia Gillard harus dilarikan ke tempat yang aman.
Dalam insiden Kamis (26/1) itu, aparat keamanan terpaksa ‘menyeret’ keluar PM Gillard dan pemimpin oposisi Tony Abbott dari sebuah restoran di Canberra ketika para pengunjuk rasa mengepung tempat itu dan meneriakkan kata ‘memalukan’ dan ‘rasis’ kepada kedua tokoh itu. Dan saat Gillard bergegas menuju sebuah mobil yang menunggunya di luar restoran, dia terjatuh dan kehilangan sebelah sepatunya dalam kekacauan itu.
Situasi memalukan itu tertangkap kamera dan disiarkan ke seluruh dunia.
Atas situasi mengejutkan itu Mick Gooda mengatakan sangat terkejut dan menganggap insiden itu tak sepatutnya terjadi.
“Sebuah unjuk rasa yang agresif, memecah belah dan mengintimidasi seperti itu tidak pernah mendapat tempat dalam pembicaraan terkait masalah warga Aborijin dan Pulau Selat Torres atau dalam masalah lain,” kata Gooda kepada radio ABC.
“Meskipun ada kemarahan, frustrasi dan sakit hati di antara warga asli Australia, kami seharusnya tidak melakukan tindakan yang memalukan diri kami sendiri,” tambah Gooda.
Para pengunjuk rasa itu menghadiri perayaan yang mereka sebut sebagai ‘Hari Invasi’ yang menandai kedatangan kapal kulit putih pertama ke Sydney Cove 1788.
Penduduk asli Australia merayakan hari itu di sebuah kawasan yang dikenal dengan nama Aboriginal Tent Embassy sejak 40 tahun lalu.
Harus Dihukum
Pemimpin warga asli Australia yang juga bekas Presiden Partai Buruh Australia Warren Mundine mengatakan semua yang bertanggung jawab atas aksi hari Kamis harus mendapatkan sanksi.
“Tak seorang pun, termasuk perdana menteri negeri ini, yang patut mendapat perlakuan seperti itu,” kata Mundine.
“Saya yakin orang-orang yang menyebabkan masalah ini terjadi hukum harus dijatuhkan atas mereka,” tambah dia.
Sementara itu pada Jumat (27/1) sekitar 200 orang pengunjuk rasa yang marah melakukan aksi yang dimulai dari Tent Embassy menuju Gedung Parlemen di Canberra.
Sepanjang perjalanan menuju Gedung Parlemen mereka menyanyi dan menari sambil membakar bendera Australia.
Suku Aborijin yang telah mendiami Australia sejak ribuan tahun lalu diyakini berjumlah sekitar satu juta orang saat bangsa kulit putih mulai mendiami Negeri Kanguru itu.
Namun kini, dari 22 juta rakyat Australia jumlah warga Aborijin tinggal 470.000 jiwa saja.
Tak hanya jumlahnya yang menyusut, Aborijin menjadi suku minoritas yang paling rendah taraf hidupnya.
Angka harapan hidup warga Aborijin paling rendah dibanding warga dari etnis lainnya.
Selain itu, jumlah warga Aborijin yang menjadi penghuni penjara dan menderita penyakit berat juga jauh lebih tinggi ketimbang etnis lainnya.[bbc]