Pengungsi Asal Mali Meninggal Akibat Pemberontakan Tuareg

Harlan

PBB menyatakan pengungsi asal Mali yang melarikan diri akibat pertikaian antara pemberontak Tuareg dengan militer meningkat dua kali dalam 10 hari.

Data PBB menyebutkan 44.000 orang melintas menuju Mauritania, Niger dan Burkina Faso.

Lembaga HAM Amnesti Internasional menggambarkan pertempuran antara Tuareg dengan militer merupakan krisis hak asasi manusia terburuk di Mali utara dalam 20 tahun terakhir.

Kelompok negara kawasan Ecowas juga mengutuk pemberontak Tuareg atas penyerangan yang mereka lakukan.

Gerakan Pembebasan Nasional Azawad, MNLA, kembali mengangkat senjata bulan lalu menyusul kembalinya pejuang Tuareg dari Libia, dimana mereka menjadi serdadu bayaran pasukan Muammar Gaddafi.

Koresponden BBC di Afrika Barat Thomas Fessy melaporkan kedua belah pihak mengklaim telah menguasai Tessalit, kota sumber air, dekat perbatasan Ajazair.

Peningkatan ekskalasi pertempuran ini terjadi dua tahun setelah adanya perjanjian perdamaian antara pemerintah dengan Tuareg.

Peringatan Kekacauan

Badan PBB urusan pengungsi, UNHCR, mengatakan sekitar 18.00 pengungsi Mali telah tiba di Mauritania, sejumlah angka yang sama juga datang ke Niger dan lebih dari 8.000 orang mengungsi ke Burkina Faso.

”Saat kekerasan berlanjut, tim kami mengambil langkah membantu para pengungsi dengan membangun tempat penampungan sementara di sejumlah desa di perbatasan Mali,” kata juru bicara UNHCR Melissa Fleming.

“Bantuan kemanusiaan menjadi kritis karena kawasan Sahel mengalami krisis makanan akibat musim kemarau berkepanjangan selama bertahun-tahun,” katanya.

Palang merah internasional, ICRC mengatakan pertempuran menyebabkan 60.000 orang mengungsi di sejumlah perbatasan Mali, belum termasuk mereka yang pergi ke negara tetangga, demikian laporan kantor berita AFP.

Sementara itu peneliti Amnesti Intenasional Gaetan Mootoo mengatakan undang-undang tidak berlaku di kawasan Mali utara sejak beberapa tahun lalu.

”Kawasan ini akan tercebur ke dalam kekacauan jika pertempuran berlanjut,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Wartawan BBC melaporkan pertempuran semakin meningkat setelah pemberontak menguasai sebuah pangkalan militer.

Militer didukung helikopter bersenjata menghadapi perlawanan yang berat, dan korban berjatuhan dilaporkan terjadi pada dua pihak, meski tidak ada laporan berapa jumlah pastinya.

MNLA diperkirakan terdiri dari 1.000 tentara dan jumlahnya semakin banyak karena mantan pemberontak Tuareg yang kembali bergabung setelah ikut menjadi pasukan bayaran Gaddafi.

Pemerintah menuduh mereka terlibat dalam al-Qaeda cabang Afrika Utara, meski pemberontak membantah hal tersebut.[bbc]