Jakarta – Kementerian Dalam Negeri sudah menyelesaikan naskah RUU Pemilihan Kepala Daerah yang antara lain bertujuan untuk membatasi akses dinasti politik menguasai sebuah daerah.
Juru bicara Kemendagri Reydonizar Moenek, seperti dilansir BBC Indonesia, mengatakan naskah itu tinggal menunggu tanda tangan presiden sebelum diserahkan ke DPR untuk dibahas.
Reydonizar mengatakan pemerintah menilai keberadaan dinasti politik sebagai sesuatu hal yang tidak sehat untuk demokrasi maupun tata kelola pemerintahan Indonesia.
Penilaian pemerintah ini, lanjut Reydonizar, berdasarkan data dan fakta yang ditemukan di sejumlah daerah di Indonesia.
“Ada seorang walikota yang anaknya adalah ketua DPRD. Lalu bagaimana saat membahas anggaran?” papar Reydonizar.
“Kemudian mantan kepala daerah ini tetap berkantor di ruangan istrinya yang menjadi kepala daerah. Hebatnya, dia ikut campur menjalankan pemerintahan. Ini yang harus dibenahi,” kata Reydonizar tanpa menyebut daerah yang dimaksud.
Reydonizar tak menutup mata jika para kepala daerah yang menjadi bagian dinasti politik memiliki dukungan konkrit yang diwujudkan lewat perolehan suara dalam pemungutan suara.
“Tetapi demokrasi butuh aturan dan batasan,” imbuh Reydonizar.
Melanggar HAM
Sementara itu, anggota Komisi Pemerintahan DPR dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan secara resmi partai berlambang pohon beringin itu belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait inisiatif pemerintah ini.
Namun, lanjut Nurul, secara pribadi dia menyambut baik rencana ini meski meminta pemerintah menjamin agar tidak sampai mengurangi hak politik rakyat.
“Ini masih wacana dan kami akan pelajari terlebih dulu. Namun kami minta pemerintah memastikan agar aturan ini jika diberlakukan kelak tidak mengebiri hak politik rakyat,” ujar Nurul.
Kekhawatiran serupa juga dikemukakan Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Muchtar Sindang. Dia menilai aturan ini berpotensi mencederai hak-hak rakyat.
“Semangatnya (membatasi dinasti politik) saya sepakat. Tapi, kalau caranya dengan melarang anak atau istri mencalonkan diri menggantikan ayah atau suaminya jadi kepala daerah, menurut saya itu melanggah hak asasi manusia,” kata Muchtar.
Sebaiknya, lanjut Muchtar, pemerintah memperketat saja persyaratan untuk menjadi kepala daerah ketimbang membatasi hak-hak politik seseorang.
Menanggapi kekhawatiran ini, Reydonizar Moenek mengatakan pemerintah memang mengusulkan ada sejumlah cara untuk membatasi kemungkinan terjadinya dinasti politik.
“Misalnya ada jeda satu masa jabatan sebelum keluarga dekat seorang kepala daerah mencalonkan diri. Atau dilarang mencalonkan diri di wilayah provinsi yang sama,” kata Moenek.
Sejak otonomi daerah diberlakukan di sejumlah daerah bermunculan dinasti-dinasti politik.
Salah satunya adalah dinasti keluarga Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, yang menguasai jajaran eksekutif dan legislatif di tingkat provinsi dan seluruh kabupaten di Banten. [BBC]