Sukhoi dan Leopard Ditargetkan Perkuat Senjata TNI

Qaid Arkana

Jakarta-Tentara Nasional Indonesia (TNI) berencana akan menggelontorkan sejumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), untuk membeli sejumlah alutsista guna mendukung pertahanan dan keamanan Indonesia. Rencana pembelian alat utama sistem senjata tersebut, antaranya adalah dua unit pesawat jet tempur Sukhoi dari Russia dan berwacana memboyong tank Leopard serta F-16 dari Belanda.

Illustrasi

Dua Sukhoi Tiba 2012

Dua unit pesawat jet tempur Sukhoi TNI Angkatan Udara akan tiba dari Rusia pada tahun 2012 ini, kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat usai menghadiri Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Senin (16/1).

Dua unit pesawat Sukhoi jenis SU-30MK2 itu, merupakan bagian dari enam unit pesawat jenis tersebut yang dibeli Indonesia untuk TNI Angkatan Udara.

“Tahun 2012 rencananya akan didatangkan dua pesawat, selanjutnya tahun 2013 dua pesawat, dan tahun 2014 dua pesawat lagi,” kata Imam.

Saat ini TNI AU telah memiliki 10 unit jet tempur Sukhoi yang terdiri atas enam Sukhoi Su-27 SKM dan empat Sukhoi Su-30 MK2.

Skuadron udara Sukhoi bermarkas di Skuadron 11 Pangkalan Udara Sultan Hasanuddin, Makassar.

Tank Leopard Sudah Masuk Tahap Kajian

Sementara itu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan pengadaan tank “Leopard” dari Belanda sudah melalui penelitian dan pengkajian yang matang.

“Proses yang terjadi itu tidak `ujug-ujug` (tiba-tiba), dan kita tahu persis kegunaannya untuk apa,” kata Menhan usai Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di Jakarta seperti yang dirilis Antara.

Purnomo menilai penolakan rencana pembelian tank Leopard dari Belanda oleh beberapa anggota parlemen bukan merupakan sikap resmi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurutnya, pernyataan sikap resmi DPR akan disampaikan dalam rapat kerja antara eksekutif dan legislatif, dan itu belum dilakukan sampai saat ini.

“Penolakan itu belum sikap resmi dari Senayan (DPR) karena kami belum bertemu dengan mereka,” katanya.

Purnomo menegaskan rencana pembelian tank Leopard sudah melalui proses yang cukup panjang, ada jenjang penelitian dan pengembangan.
Sementara itu, Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan pembelian tank Leopard telah melalui pengkajian teknis dan taktis di tingkat Markas Besar Angkatan di Kementerian Pertahanan.

Kementerian Pertahanan memandang secara strategi perlu modernisasi peralatan militer dalam rangka dua hal yakni memenuhi strategi pertahanan dan untuk memenuhi varian teknologi sebagai tuntutan dari revolusi militer negara ASEAN.

“Saat ini sedang diadakan pengkajian oleh pihak Komisi I, sehingga kita menunggu hasil pengkajian secara institusi, bukan secara individu dari masing-masing anggota parlemen,” kata Sjafrie.

Sebelumnya, rencana pembelian tank Leopard telah ditolak oleh parlemen Belanda. Mereka menilai Indonesia masih melakukan berbagai pelanggaran HAM. Belanda tak mau tank-tank itu dipakai untuk pelanggaran HAM.

Parlemen Belanda sudah meloloskan mosi yang melarang penjualan tank Leopard ke Indonesia. Pemerintah Belanda belum mengambil keputusan apakah penjualan ke Indonesia itu akan diteruskan.
Sejarah Scorpion akan Terulang

Haryo Adjie, penulis buku tentang Kavaleri Indonesia berpendapat faktor-faktor luar negerilah yang menyebabkan Indonesia berniat membeli senjata di Belanda.

Pertama, ada kesempatan beli tank murah ketika Belanda mengobral tank Leopardnya. Kedua, negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga sudah memiliki tank moderen dan berat. Malaysia misalnya sudah punya tank berat PT 91 buatan Polandia.

Dua faktor luar negeri ini memang belum tentu sejalan dengan keperluan persenjataan Indonesia. Dalam soal tank Haryo Adjie menegaskan, Indonesia menganut mahzab tank ringan. Tank-tank Indonesia, misalnya PT 76, AMX 13 dan Scorpion termasuk tank kecil yang beratnya tidak lebih dari 15 ton. Sementara tank Leopard mencapai 60 ton, empat kali lipat tank Indonesia sekarang.

Hal ini ditekankan oleh Edward Lukman, pengamat persenjataan dari Universitas Indonesia. Kalau nanti Indonesia akhirnya membeli tank Leopard juga, maka akan harus ada penyesuaian yang tidak kecil.

Edward juga menunjuk pada maraknya perdebatan mengenai cocok tidaknya tank Leopard ini untuk alam Indonesia.

“Indonesia jelas bukan Irak atau Afghanistan yang dianggap ideal bagi Leopard,” kata dosen Universitas Indonesia ini.

Skenario Scorpion

Di luar pelbagai faktor kemiliteran itu, Haryo Adjie masih menunjuk satu faktor politik yang juga layak diperhitungkan. Faktor politik tersebut berupa larangan Inggris yang tidak menyetujui adanya mobilisasi tank Scorpion di Aceh, pada masa konflik berkecamuk tempo lalu.

Sekarang parlemen Belanda sudah meloloskan mosi yang melarang penjualan tank Leopard ke Indonesia. Pemerintah Belanda belum mengambil keputusan apakah penjualan ke Indonesia itu akan diteruskan.

Perundingan kedua negara mengenai rencana penjualan ini konon juga masih terus berlangsung. Kalau kelak penjualan itu benar-benar berlangsung, Haryo Adjie tidak menutup kemungkinan skenario Scorpion di Aceh akan kembali berulang bagi Leopard.

Bagi Edward Lukman, pengamat kemiliteran Universitas Indonesia, Alutsista sebaiknya diarahkan pada pembinaan Angkatan Laut dan pengembangan Angkatan Udara. Baginya itulah yang benar-benar dibutuhkan oleh Indonesia dan juga tidaklah berarti bahwa Angkatan Darat ditinggalkan.

Kalau apa yang disebutnya sebagai dua matra itu menjadi moderen, maka Angkatan Darat juga akan punya ruang gerak.

“Jadi saya pikir tidak salah kalau ke depan itu diberi fokus pada dua matra tadi, AL dan AU,” demikian Edward Lukman.(rnw.nl/ant/red)