Banda Aceh – Tim Taskforce Aceh yang difasilitasi oleh Transisi Foundation bekerjasama dengan International Republican Institute (IRI) mengemukakan, agar DPRA bersama Pemerintah Aceh membentuk tim khusus guna melakukan advokasi dan dorongan kepada pemerintah pusat dan DPR RI agar segera membahas RUU KKR dan dapat dijadikan UU secepatnya supaya rekonsiliasi di Aceh segera terwujud.
Hal ini disampaikan Direktur Transisi Foundation, Teuku Murdani melalui siaran persnya ke Aceh Corner, Senin (26/12). Menurutnya, pihaknya telah mencetak dan menyebarkan hasil rekomendasi mereka yang disertai tanggapan DPR Aceh tentang isu Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan Qanun Penanaman Modal.
Kedua draft qanun yang telah menjadi bagian dari Proleg dan merupakan dua qanun prioritas untuk dibahas oleh DPRA pada tahun 2011, dicoba telaah kembali oleh Tim Taskforce melalui diskusi berkala untuk mengkritisi beberapa bagian penting dari isi qanun yang kemudian menjadi landasan sebuah rekomendasi tim yang disampaikan kepada DPRA.
“Keberadaan Qanun KKR yang sampai saat ini belum terwujud merupakan bagian penting yang menjadi perhatian Tim Taskforce Aceh karena merupakan bagian dari amanah UUPA. Dalam pandangan tim ini, Qanun KKR pada dasarnya tidak perlu menunggu UU KKR Nasional, karena UUPA sendiri sudah cukup untuk menjadi sebuah landasan hukum bagi lahirnya qanun ini,” ujarnya lagi.
Namun, jelas Teuku Murdani, sebagai mana yang tercantum dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh, pasal 229 ayat 2; KKR di Aceh sangat perlu mendapat penguatan dari UU KKR Nasional. Tim ini juga menilai perlu adanya penekanan lebih terhadap persoalan Rekonsiliasi dan Reparasi Korban dengan tidak mengurangi unsur pengungkapan kebenaran.
Sementara pimpinan DPR Aceh menyambut baik upaya ini sebagai langkah maju dan bagian dari upaya mendorong mekanisme penyusunan regulasi yang melibatkan publik secara luas. DPR Aceh juga menawarkan beberapa inisiasi yang akan dilakukan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, khususya di bidang Penanaman modal, dimana masyarakat akan dilibatkan secara lebih luas khususya dalam hal memberikan kesempatan yang sama untuk bekerja pada perusahan-perusahan investor dengan mengutamakan peduduk setempat.
Tim Taskforce Aceh yang terdiri dari Partai Politik, CSO, Akademisi, Pelaku dunia usaha dan para pemangku kepentingan lainnya. Tim ini dibentuk dalam rangka membangun sebuah mekanisme komunikasi yang lebih efektif antara partai politik dan CSO untuk merespon isu publik yang pada akhirnya mampu menjadi landasan sebuah regulasi yang pro publik untuk membantu pemerintah daerah dalam proses pengembangan ekonomi wilayah dan terciptanya kesejahteraan masyarakat.
“Tim Taskforce berharap dapat terus membantu kinerja badan Legislasi DPRA Aceh dalam proses penyusunan dan evaluasi legislasi yang sesuai dengan amanat perundang undangan yang mengisyaratkan perlunya keterlibatan publik dalam setiap pembentukan Peraturan Daerah (Qanun),” akhirinya.[rel]