Muhajir Abdul Aziz

Terima Kasih, God Bless!

TERIMA kasih untuk God Bless, legenda rock Indonesia ini baru saja menghabiskan konser-nya di Blang Padang, Banda Aceh, Minggu (13/11) malam. Blang Padang, lapangan luas yang dulu pernah dipersengketakan antara Kodam Iskandar Muda dan Pemkot Banda Aceh ini, menjadi tempat para pecinta musik Rock Aceh melampiaskan kerinduan akan musik-musik berkualitas di Aceh.

God Bless yang kemarin malam dibawa oleh Dji Sam Soe Magnum Filter, terakhir datang ke Aceh pada tahun 1991, tepatnya di stadion Lampineung. Aku tahu dari beberapa kawan-kawan yang saat itu ikut menonton bersama orang tuanya, sedangkan aku pada saat itu masih jadi anak ingusan di kampung, Lhoong. Dari kawan juga aku dengar bagaimana meriahnya pada saat itu, masih ada Eet Syahrini yang sekarang menjadi gitaris EdanE.

Aku tahu God Bless datang seminggu yang lalu ketika baru pulang dari Lhoong menuju Banda Aceh. Di Simpang Tiga Setui, ada baliho yang bertuliskan Legenda Rock Moment, tapi tidak ada nama God Bless di situ. Ada kawan yang nyelutuk, “Aku dengar kabarnya itu konser God Bless, Jir”. Wow, God Bless, aku langsung bertanya-tanya, apakah itu betul?

Hingga dua malam kemudian,  aku lihat twitter seorang wartawan di Banda Aceh, yang menuliskan tentang kedatangan Iyek dan kawan-kawan ke Banda Aceh. Langsung aku update status Facebook tentang berita ini, aku SMS kawan-kawan yang menurutku akan tersenyum senang mendengar berita ini. God Bless datang ke Aceh! Mendengar berita ini saja hidup jadi semangat, apalagi sampai berada di shaf terdepan dalam konser nanti.

Kemarin malam, aku pergi dengan Idrus dan Jojo Jalang, setelah sebelumnya kami berada di tempat Idrus di Lamteumen, tepatnya di markas Komunitas Kanot Bu. Dari sebelum pergi Idrus sudah bercerita tentang Yah Cut, seorang penjual kopi di warung Treastment jalan Inong Balee, Darussalam. Yah Cut ini seorang penggila lagu-lagu lawas, dan mayoritasnya ada God Bless. Jika hendak ingin mendengar lagu-lagu God Bless dari album pertama sampai yang terbaru, maka datanglah ke warung kopi Yah Cut. Aku bilang sama Idrus kalau aku yakin bahwa Yah Cut pasti sudah berada di depan panggung jauh sebelum acara di mulai. Dan Idrus sama Jojo pun tertawa.

Kami berangkat dari Lamteumen, tapi sayangnya ketika sampai di Blang Padang aku kehilangan mereka. Kutunggu sebentar di depan SMP 17, tapi tak juga nampak batang hidung mereka. Aku hampir mumang, di kantong tak ada uang sepeser pun, bagaimana cara harus masuk? Walau tiket gratis, tapi parkir tidak, dan yang jaganya juga beberapa tentara, walau mereka tak memakai baju loreng. Hampir putus asa, Fauzan pun menelpon, dia sudah di dalam. Tanpa cakap panjang, aku suruh dia ke tempat aku. Dari sakunya keluar uang 2000, dan kami pun masuk.

Sesampai di dalam, MC sudah di atas panggung. Aku temui Diyus Hanafi beserta istri dan anak-anaknya di luar pagar. Dia tidak masuk ke dalam, karena memang anak-anak kecil tidak diizinkan masuk, takut terjadi sesuatu. Maklum, ini Rock.

Langsung ke depan panggung, di sana sudah ada Hespi, Robi, Eddi dan beberapa kawan-kawan Mapala Hukum Unsyiah. Dan yang tambah bikin aku semangat, Bang Fauzi, si bos parkir Fakultas Hukum Unsyiah sudah ada di sana. Dia memang tukang parkir di kampus, tapi untuk selera musik, dia masih di atas mahasiswa-mahasiswa yang ada di kampus sekarang.

Di atas panggung ada band pembuka, namanya kalau tidak salah Inferno (kalau salah tolong dikoreksi, dan aku mohon maaf), aku tahu wajah beberapa anggota mereka, tapi tak kenal orangnya. Mereka menyanyikan satu lagu barat yang aku tak tahu judulnya, kemudian Kutidhieng miliknya Liza Aulia, terus sebuah lagu dari Pay, dan yang terakhir Sweet Chield O’ Mine-nya Gun ‘N Roses. Cukup menjadi pemantik kehangatan untuk sebuah pesta besar.

Tanpa panjang lebar MC bicara, Ian Antono langsung masuk ke panggung. Ada yang histeris. Disusul kemudian Donny Fatah dengan gaya premannya masuk dan baru kemudian Ahmad Albar yang akrab dipanggul Iyek. Histeris? Bagi kami yang berada di depan, pasti! Dengan lagu pertamanya Blablala mereka menggetarkan Banda Aceh. Untuk drummer, mereka bawa Sambassy, anggota baru, dan di keyboard ada Abadi Soesman.

Setelah lagu pertama, Iyek berteriak untuk Aceh; “Hidup Aceh! Hidup Aceh!”. Di depan panggung, aku dan Robi tak canggung untuk menyahut; “Merdeka! Merdeka!” setelah kata Aceh.

Lagu kedua menyusul Kehidupan, Kemudian berturu-turut Menjilat Matahari, Rumah Kita; yang bercerita tentang urbanisasi yang menjadi penyakit pembangunan. Kemudian Prahara dan NATO, dari album terbaru mereka tahun 2009; Godbless 36, dan Bara Timur lagunya Gong 2000.

Ketujuh lagu ini sudah cukup bermandikan peluh bagi kami yang berada di depan, semua lagu cadas ini dibawa tanpa istirahat oleh mereka. Bahkan, Hespi berharap Iyek berhenti bernyanyi sebentar dan berbicara. Karena ini juga yang kami tunggu, Iyek bisa berbicara tentang sajak-sajak mereka dan tentang Aceh yang 20 tahun sudah tak disinggahi God Bless. Tapi dia tetap melanjutkan lagunya.

Di saat semua penonton sudah kepanasan, barulah Iyek membawakan Syair Kehidupan; yang syahdu nan romantis itu, semua tangan ke atas dan ikut bernyanyi. Ini betul-betul lagu kesukaan aku. Jika ada sebuah penelitian di sekretariat Mapala Hukum Unsyiah, maka lagu ini pasti masuk dalam lima besar lagu yang paling sering diputar. Abenk Syahputra, senior sekaligus pendiri Mapala kami, termasuk orang yang paling fanatik terhadap God Bless, khususnya lagu ini.

Setelah Syair Kehidupan, ada Panggung Sandiwara, ini juga lagu slow dan cukup untuk membuat semua penonton berteriak menyanyi bersama. Dalam lagu ini, mungkin God Bless ingin mengatakan bahwa hakikat takdir kehidupan bukanlah kehendak bebas, tapi sebuah adegan yang sudah ada plot skenario-nya. Ya, walau banyak yang membantah, lagu ini tetaplah melegenda seiring dengan pertumbuhan musik Rock di Indonesia.

Setelah dua lagu slow tersebut, God Bless kembali ke bentuk semula, memperlihatkan kegarangan mereka sebagai dedengkot Rock di Indonesia, walau umur sudah tak layak lagi dikatakan usia. Lagu berikutnya Anak Adam, Serigala Jalanan, Bis Kota dan yang pemungkas Semut Hitam. Ketika Anak Adam dinyanyikan, aku sama si Eddi sudah loncat pagar dan berlari ke depan panggung. Bersama beberapa kawan-kawan juru foto berjingkrak seakan terhipnotis suara Iyek dan gitarnya Ian Antono.

Setelah Semut Hitam, mereka tak banyak bicara, langsung pamit dan acara pun berakhir. Dan tidak ada permintaan untuk lanjut dari penonton, karena aku yakin penonton sangat puas hingga klimaks menikmati penampilan God Bless.

Walau tak banyak publikasi di media, tapi penonton sampai ribuan malam itu. Aku tak tahu pasti jumlahnya, karena memang tidak aku perhatikan. Aku sudah lalee sendiri. Angka itu perkiraan dari media berita online yang ada di Aceh.

Pulang dari Blang Padang, kami ngumpul dan berencana untuk ngopi. Dari situ juga aku tahu bahwa bang Abenk, khusus datang dari Meulaboh untuk menyaksikan sang Maestro-nya. Sambil ngopi juga cerita-cerita lagi dengan Hespi. Dia tau banyak tentang God Bless. Dia juga yang memberitahu aku kalau dulu ketika God Bless di Lampineung, band pembukanya adalah Anggun C. Sasmi, Nicky Astria dan juga Power Metal. Ketiganya menurutku rocker yang punya kualitas tinggi dan di atas rata-rata dalam dunia musik Rock Indonesia. Tapi ketika itu, mereka masih jadi “anak bawang-nya” God Bless.

Ya, begitulah, God Bless telah datang lagi ke kota ini. Kita tunggu lagi siapa yang akan datang. EdanE sudah sebulan yang lalu, mungkin Power Metal atau Boomerang mau mampir lagi kemari, semoga.

Untuk yang terakhir, dalam kepuasan, kutulislah status Facebook sepulang dari Blang Padang : Terima kasih God Bless, kalian telah sudahi kehausan kami akan musik berkualitas di tanah ini. Setelah sekian lama kami hampir muntah dengan musik-musik pasaran yang bergentayangan di media-media. (Ulee Kareng, Selasa subuh, 15 November 2011)

Muhajir Abdul Aziz, Penikmat Lagu-Lagu Rock


1 thought on “Terima Kasih, God Bless!”

  1. Pingback: John Lennon Pun 'Menjiplak' pada Aceh | ACEH PUNGO

Comments are closed.