Kairo– Warga negara Indonesia (WNI) terhindar dari kerusuhan sepakbola di Port Said, Mesir, pada Rabu yang menelan puluhan korban jiwa.
“Tidak ada WNI yang tinggal di Port Said, dan sejauh ini belum ada laporan warga kita menjadi korban,” kata Kepala Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Kairo, Muhammad Abdullah, kepada ANTARA Kairo, Kamis (2/2).
Sementara itu, Atase Pertahanan KBRI Kairo, Kolonel Laut (P) Teguh R. Teguh Isgunanto, juga mengatakan, KBRI sedang intensif memantau perkembangan di Port Said, namun tidak ada WNI menjadi korban kerusuhan mematikan tersebut.
Jumlah WNI di negeri Piramida itu berkisar 5.000 orang, umumnya mahasiswa yang bermukim di ibu kota Kairo dan beberapa kota provinsi lain di antaranya Tanta, Zakazik, Mansourah, dan Damanhur.
Kendati demikian, Abdullah dan Teguh mengimbau semua WNI untuk selalu waspada terkait keamanan yang belum stabil.
Ketidakstabilan di Mesir ini terasa sejak tumbangnya rezim pimpinan Presiden Hosni Mubarak pada awal tahun lalu dalam Revolusi 25 Januari 2011.
Aksi penodongan dan perampokan marak terjadi termasuk sasarannya kepada warga asing.
Seorang mahasiswa asal Sulawesi Tengah, Basri misalnya, mengalami nasib sial ketika dia sedang shalat subuh di masjid dekat rumahnya di Distrik Hayl Asyir, Kairo Timur, belum lam ini.
“Istri saya ditodong dan semua barang berharga seperti televisi dan laptop digasak perampok,” kata ayah dua orang anak itu dengan nada lirih.
Sementara itu, Koordinator Lapangan Ambulans Rumah Sakit Port Said, Dr Mohamed Sultan mencatat sedikitnya 74 orang tewas dan sekitar 800 orang cedera akibat saling lempar antarsupporter.
Kerusuhan berdarah itu dimulai setelah berakhirnya pertandingan antara tuan rumah, Al Masri, kesebelasan Al Ahli (3-1).
Para korban tersebut tewas akibat terkena lemparan batu dan terinjak masa saat kerusuhan di stadiun kota pelabuhan paling utara Terusan Suez itu. Pesawat dan helikopter militer dikerahkan untuk mengangkut tim Al Ahly, kesebelasan paling favorit Mesir yang bermarkas di ibu kota Kairo.
Perdana Menteri Mesir Gamal Al Ganzouri menyebut kerusuhan berdarah itu sebagai tragedi nasional paling menyedihkan.
Katua Parlemen Mesir, Saad Katatni pada Kamis menggelar sidang darurat untuk membahas tragedi itu dalam upaya pemulihan keamanan.[Ant]