“Sudikah engkau melakukan sesuatu yang lebih menghentak atau sebaliknya, engkau menganggap permitaanku terlalu sulit untuk dilakukan? Tanya Alejandro Murrieta (Antonio Banderas) kepada Elena (Catherine Zeta-Jones). Pertanyaan yang menantang sisi keperempuanan seorang Putri Aristokrat Spanyol yang tengah menguasai California. Pertanyaan yang diajukan usai menuntaskan sebuah tarian dengan Elena Montero (Elena de la Vega). Ia tampak belum puas menari dengan gadis ranum-merekah bergaun merah berpadu warna hitam-putih sebagai bawahan. Tarian yang mereka lakukan sebelumnya berlangsung setelah ia mencuri kesempatan berdansa dengan merenggut Elena dari rengkuhan Kapten Harisson Love (Matt Letscher).
“Tidak. Justru sebaliknya, Don Alejandro. Kupikir malah engkau yang tak suka berkeringat!” jawab Elena dengan nada pedas-ketus-menantang. Don Alejandro tersenyum penuh kemenangan, mendapati sebentuk keranuman nan mempesona telah masuk dalam perangkap provokasinya. Ia melangkah menuju kelompok orkes, “Maestro… Pasa Doble…” pintanya menyebut sebuah tarian yang berarti Langkah Ganda. Menggambarkan pertarungan antara Matador dengan seekor Banteng. Tarian yang melibatkan sepasang insan. Uniknya, dalam tarian ini, penari perempuan dan lelaki bisa memerankan banteng dan matador secara bergantian.
Suara terompet menguar, membangkitkan debar. Biola menyusul, ditingkahi genjrengan gitar khas latin yang ditingkahi rengkuhan tangan keduanya menyatu, seperti sulur mentimun, membelitkan kait ke pinggang masing-masing dengan tabuhan perkusi yang mulai kentara. Ringkik biola, rengekan terompet, rempak perkusi silih berganti menghias gerak nan rancak.
Keduanya melenting bergantian. Stelan gaun Elena mewarnakan gelora, misteri dan kepolosan. Berpadu dengan rok yang mengembang laksana sayap Merak betina saat ia bergerak memutar. Tatap dan liriknya bukan saja mampu menghentikan peluru, tapi lebih jauh dari itu, mampu membunuh kehendak siapapun yang hendak menembak. Belum lagi lengkung runcing di sudut bibirnya saat tersenyum nakal menggoda. Terutama saat setengah mengatup dan setengah membuka.
Sesekali mereka bergerak kompak beriring rempak, terkadang saling menjauh tanpa melepaskan tatap, terkadang saling mendekat, sesekali mengejar, sesekali menjajar setelah beberapa detik saling menghindar. Seolah menjaga jarak agar selalu ada ruang untuk rindu. Musik tak henti memprovokasi tubuh dan jiwa sepasang insan yang terpangang gelora. Dentum hasrat yang tampak kentara meningkat saat musik memasuki bagian overtune.
Tarian tersebut diiringi musik berjudul Spanish Tango. Bermula saat durasi film menyentuh titik 1 jam 10 menit 50 detik, berakhir pada saat timer pemutar film menunjukkan angka 1 jam 11 menit 56 detik. Lekat tubuh mereka berdua berakhir pada 1 jam 12 menit 5 detik, saat Don Alejando melentingkan tubuh Elena hingga rambutnya terurai, menjuntai hingga nyaris menyentuh lantai. Elena terbuai. Jarak bibir mereka tinggal 2 jari saja. mungkin jika Don Rafael tak segera mendekat, keduanya tak ‘kan kuasa menahan gelora; menyudahi tarian bernuansa Latino tersebut dengan sebuah kecupan yang -mungkin sekali- dalam dan panjang, serta tentu saja… lekat dan basah…
Gegap-gempita, gemuruh tepukan tangan dari para undangan baru reda pada 1 jam 12 menit 10 detik. Saat Don Rafael Montero (Stuart Wilson) menunjukkan gelagat akan melabrak Don Alejandro yang sudah lancang menari dengan putri musuh yang selama ini dibesarkannya.
“Yah… begitulah cara kami menari di Madrid,” celetuk Don Alejandro dengan sisa debar yang membuat napasnya terengah. Mencoba menambal suasana canggung yang terjadi di antara mereka. “Maaf Rafael, biarkan aku menarik napas sejenak. Aku kewalahan. Putrimu adalah penari yang sangat bersemangat!” ujarnya lagi.
“Bersemangat? Terimakasih engkau telah berhati-hati memilih kata. Mohon maaf jika engkau terganggu,” ujar Rafael dengan nada menyindir dan paras tak senang.
“Oh… tidak… tidak… tidak… Dia masih muda dan cenderung mengikuti kata hatinya. Dan kecantikannya sungguh mempesona. Dan ia memiliki wibawa ayahnya,” ujar Don Alejandro menyindir. Ia tahu, Elena adalah putri sang guru, Don Diego de la Vega. Putri semata wayang kulit (cuma wayang kulit yang bermata 1) gurunya yang diculik secara keji 21 tahun silam.
***
Di Nanggroe yang tak memberi tempat pada sensualitas tarian Pasa Doble dan musik sebinal Spanish Tango, uraian hati yang mestinya dirempakkan dalam gerak mungkin mewujud dalam bentuk lain. Menatap dengan ekor mata penuh kobar hasrat, mencuri pandang, saling pandang dalam rentang detik. Berulang. Berulang-ulang. berhias senyum dikulum seolah baru membaca pesan kocak dari gagdget di genggaman. Sebab cara itu yang masih belum terlarang meski setangkup cadar menutupi 2/3 paras menyisakan mata yang cuma boleh bertatap saja.
Atau bisa berupa sebuah celetuk ringan, “Sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya…”
“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”
Atau… mungkin sekedar sekerling pandang…
Cuma butuh waktu 1 menit 20 detik saja untuk menancapkan serbuk pesona, di luar pengawasan mata yang tak selalu mampu memantau tiap gerak-gerik warga. Juga, butuh lebih sedikit bilangan detik untuk bertukar nomor HP untuk melanjutkan keterpesonaan dalam wujud yang akan tersepakati bersama; Jauuuhhh… dari jangkauan tatap dunia. Lantas, masih perlukah mengurus hasrat cabul orang lain?
Note:
Laporan selayang-pandang mengenang adegan paling menggoda dalam The Mask of Zorro (1998)