Sebuah tanggapan atas tulisan nona fara
Ehm… Kumulai catatan ini dengan sebentuk gentar yang menggeletar. Bukan karena belum makan malam, bukan sebab lidah tak mencecap kopi, bahkan bukan pula akibat sedang berjauhan dengan sebatang kretek. Kegentaranku saat mesti menanggapi senarai Nona Fara yang sungguh menggoda mengenai perkenalan dengan sentralisasi dan desentralisasi. Sebagai titik fokus, beliauw mencuplik konsep sentralisasi dan desentralisasi moneter mondial, sebuah trend kontemporer bernama cryptocurrency.
Sebelum melangkah lebih jauh, aku tertarik dengan wordcount tulisan Nona Fara. Catatan yang dimulai dengan kata ‘Segala’ dan berakhir dengan kata ‘Salam’ jumlahnya 555 kata. Mengingatkanku pada keunikan lagu Bohemian Rhapsody yang berdurasi 5 menit 55 detik. 5:55. Dari kata ‘Segala’ pula, aku menemukan gejala generalisasi dalam catatan ini.
Sistem moneter dunia yang kita ketahui telah dipercaya banyak kalangan bermula dengan sistem barter. Mengingat pada sistem perekonomian (aktivitas memenuhi kebutuhan dasar) manusia belum mengenal alat tukar atau alat ganti nilai barang. Uang dan segala bentuk alat tukar maupun surat berharga yang kita kenal selama ini adalah betuk evolusi dari metamorfosa alat tukar. Sebuah proses yang menghabiskan waktu tak kurang dari 5 milenium.
Tapi kupikir terlalu dini untuk langsung membahas mengenai sistem finansial dan moneter. Sebab, meski terkesan membahas mata-uang, tulisan Nona Fara sesungguhnya hendak menggambarkan mengenai sentralisasi dan desentralisasi dalam sistem kehidupan manusia dengan 2 pendekatan, politik dan ekonomi. Mari simak paragraf pertamanya:
“Segala bentuk yang berkaitan dengan tatanan kehidupan manusia pada awal sejarahnya selalu dimulai dari sistem sentralisasi. Penerapan dari sistem ini dikarenakan adanya kemudahan dalam pengendalian, serta pengambilan keputusan yang hanya ditentukan oleh satu orang saja.”
Jika mengacu pada pendekatan formal, penyataan dalam paragraf ini benar adanya. Namun, jika kita telisik lebih jauh ke masa awal keberadaan manusia, tatanan kehidupan bermula dengan sistem komunal primitif. Sebuah tatanan masyarakat yang paling sederhana dengan sistem kepemimpinan kolektif. Fase ini terjadi pada masa sistem ekonomi masih berlandaskan metode food gathering, masyarakat dengan perikehidupan yang masih sederhana mengumpulkan makanan dari alam.
Periode ini, kepemimpinan masih sangat cair. Demikian pula dengan tatanan masyarakatnya. Tidak ada kepemimpinan tunggal yang absolut. Justru disinilah fakta hipotesa sejarah yang menurutku menarik; Manusia memulai peradaban dengan desentralisasi. Ketika distribusi kewenangan masih berlandaskan kemampuan berburu dan memetik bebuahan yang tersedia di alam. Mungkin kita bisa membayangkan, pada masa itu orang pergi ke hutan untuk memetik buah yang dapat dimakan atau berburu ke sebuah padang untuk menangkap hewan yang bisa disantap.
Memetik buah melahirkan satu keahlian, demikian pula dengan berburu hewan. Maka dapat kita perkirakan bahwa sesungguhnya pada saat itu lahir 2 skill dan profesi dominan, pemetik dan pemburu. Pada ujung hari, mereka kembali ke pemukiman. Bentuk pemukiman paling sederhana yang paling mungki pada saat itu adalah goa. Di goa mereka membagi hasil pengumpulan makanan dan menyantapnya bersama. Mungkin sekali mereka menyantapnya dalam keadaan mentah mengingat belum ditemukannya api. Jadi potensi skill memasak belum ada pada saat itu.
Penguasaan alat produksi pada masa ini belum ada, kecali jika padang perburuan dianggap sama dengan alat produksi. Fase inilah yang sesungguhnya memulai peradaban manusia dalam urusan penghidupan (ekonomi). Di Fase ini pula kita boleh menyebutnya sebagai fase desentralisasi kewenangan manusia. Saat semua orang dapat bekerja sesuai dengan seberapa besar kebutuhannya, saat semua orang masih bergantung penuh pada hasil alam. Demikianlah tangapan pertamaku untuk paragraf pertama yang ditulis oleh Nona Fara. Postingan berikutnya akan kuterbitkan lusa. Khusus untuk membahas paragraf kedua.
Bersambung…
Image Source: