Opening Ceremony Asian Games 2018 yang dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (18/8) kemarin berlangsung meriah dan spektakuler. Puluhan ribu pasang mata penonton yang hadir dari negara-negara se Asia kemarin, juga jutaan mata penonton yang menyaksikan di layar kaca dibuat terperangah salah satunya dengan atraksi ribuan pelajar yang menampilkan tarian khas Aceh, yang disebut sebagian orang adalah Tari Saman.
Namun, ternyata itu merupakan sebuah kesalahan yang sangat fatal. Beberapa media nasional bahkan ikut-ikutan menyebarkan kesalahan ini dengan menyebutnya dengan Tari Saman yang sebenarnya memiliki nama, Tari Ratoh Jaroe. Ada juga Tari Ratoh Duek, tapi tidak menggunakan musik atau rapai seperti Tari Ratoh Jaroe. Keduanya merupakan tari kreasi yang telah dimodifikasi dan sering ditampilkan di acara-acara penting pada skala nasional dan internasional.
Kisah panjang Saman Ratoh Jaroe ini dimulai pada 2006 lalu di Jakarta. Saat itu, Kantor Penghubung Pemda Aceh di Jakarta mengadakan Festival Saman di Anjungan Aceh Taman Mini Indonesia Indah (AA-TMII). Festival saman pertama yang diikuti oleh berbagai kalangan itu sangat terbatas. Kemudian, pada festival kedua dan ketiga semakin meluas. Bahkan, tari yang dimainkan dara-dara cantik yang masih duduk di bangku SMA dan SMP itu saat ini menjadi kegiatan ekstrakurikuler yang paling bergengsi di sekolah-sekolah favorit di ibukota.
Ketika Saman ditetapkan oleh UNESCO sebagai Intangible Elements of World Cultural Heritage (Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia) pada 24 November 2011, kesalahan penyebutan ini tetap saja terjadi khususnya di kalangan pelajar di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan sebagainya. Hingga akhirnya, Saman dilarang untuk dibawakan oleh perempuan.
Seperti dirangkum dari beberapa sumber, Ratoh Jaroe memang sering disamakan dengan Saman, padahal keduanya memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Keduanya memang sama-sama berasal dari Aceh tapi Saman dilakukan oleh penari laki-laki dalam jumlah ganjil dan memakai pakaian tradisonal Gayo.
Sedangkan Ratoh Jaroe dimainkan oleh penari perempuan dalam jumlah genap dan berpakaian polos dipadu dengan kain songket Aceh. Kemudian, Saman sama sekali tidak memakai musik, memakai syair dalam bahasa Gayo dan tariannya dipimpin oleh seseorang yang berada di tengah-tengah penari. Sebaliknya, Ratoh Jaroe memakai musik dan memakai syair dalam bahasa Aceh serta dipimpin oleh seseorang yang disebut sebagai syekh dan posisinya berada di luar formasi penari.
Lebih spesifik lagi, seperi dikutip dari situs resmi Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia, Saman dibagi dalam beberapa gerakan atau bagian utama dalam posisi duduk; rengum, dering, salam, uluni lagu, lagu, anakni lagu dan penutup. Rengum merupakan bagian pembuka dari tari berupa auman yang belum berbentuk kata, dering adalah lanjutan auman yang sudah mempunyai kata-kata, salam adalah pemberian salam kepada yang hadir atau orang lain yang dihormati, uluni lagu gerakan lambat sebelum guncang keras, lagu adalah gerakan yang memiliki banyak variasi, dan anakni lagu berupa gerakan ringan yang kadang-kadang terjadi selang-seling. Syair pun dibawakan dalam tiga bagian; sek, redet dan saur. Sek merupakan alunan suara keras yang merdu dengan nada khas, redet adalah syair yang dinyanyikan oleh seorang penari (penangkat) dan saur yang merupakan nyanyian bersama oleh semua penari.
Ratoh Duek atau Ratoh Jaroe ditampilkkan dalam bentuk yang lebih sederhana. Gerakan dalam posisi duduk hanya terdiri dari gerakan tangan menepuk dada dan paha, gelengan kepala ke kanan dan ke kiri, gerakan duduk dan berlutut serta mempersilangkan jari dengan penari di sebelahnya yang dilakukan dengan urutan yang lebih fleksibel, dapat berubah dan dikreasikan sewaktu-waktu. Namun demikian, tari selalu dibuka dengan salam. Syair pun hanya dinyanyikan sebagaimana biasa tanpa ada bentuk gumaman. Syair yang dibawakan hanya berupa nyanyian yang dibawakan oleh pemimpin dan kemudian disahut serta diikuti oleh seluruh penari lainnya.
Dibalik segala perbedaannya, keduanya memiliki persamaan dari segi arti dan filosofi gerakan yang terkandung. Baik Saman, Ratoh Duek atau Ratoh Jaroe sama-sama menampilkan gerakan yang sangat sopan, memiliki nilai pendidikan, kepahlawanan, wujud kekompakan, dan semangat kebersamaan.