AKHIRNYA asa pecinta sepakbola di Aceh untuk menyaksikan aksi ‘Timnas’ Aceh jebolan Paraguay, terkabul jua. Dua tim dari Pulau Jawa, tim PPLP Jawa Tengah dan Persija Jakarta U-19 dipersiapkan untuk menguji kualitas sepakbola ‘Timnas’ Aceh di Stadion Harapan Bangsa Banda Aceh, dari Tanggal 20-22 November 2011. Dua tim ini merupakan pengganti Timnas Indonesia jebolan Uruguay dan Timnas Malaysia U-19 yang urung datang karena sibuk dengan perhelatan Sea Games yang sedang berlangsung di Jakarta dan Palembang.
Segitiga yang bertajuk ‘segitiga muda’ itu diproyeksikan sebagai ajang evaluasi bersama antara pemerintah dan masyarakat Aceh terhadap program pembinaan sepakbola selama tiga tahun lebih di luar negeri. Hasil yang diperoleh Timnas Aceh dalam segitiga ini akan menjadi penentu bagi kebijakan pembinaan atlet sepakbola Aceh ke depan. Jika ‘Timnas’ Aceh gagal menunjukkan kualitasnya, maka rencana pengiriman atlet sepakbola ke Spanyol yang sedang dirancang akan dipertimbangkan kembali. Demikian ucap ketua panitia pelaksana turnamen ‘segitiga muda’, Muhammad Zaini Yusuf yang saya sarikan dari salah satu media lokal.
Publik sepakbola Aceh cukup antusias ingin menyaksikan olah bola Muarrif dan kawan-kawan. Ini terlihat dari animo publik yang menyaksikan ujicoba lapangan kemarin petang. Ribuan penonton menyesaki stadion yang sedang dipersiapkan untuk perhelatan Indonesia Primer League yang sudah di depan mata. Penonton tak beranjak dari tempatnya sekalipun tim kebanggaan mereka terlambat menyambangi stadion kebanggaan masyarakat Aceh.
Rasa penasaran akan kemampuan ‘Timnas’ Aceh terbaca dari raut wajah ribuan penonton yang memadati stadion. Tifosi detail memperhatikan setiap aksi ujicoba lapangan yang dilakukan Jalwandi dan kawan-kawan. Sayang, penonton tak cukup puas, karena waktu yang sempit dan tim hanya sempat melakukan beberapa gerakan pemanasan saja.
Pada Minggu sore (20/11), ‘Timnas’ Aceh akan memulai unjuk kebolehan dengan menjajal kemampuan PPLP Jawa Tengah, kampiun nasional antar tim PPLP yang telah berlangsung beberapa bulan lalu. Pertandingan kedua tim seusia itu menarik ditunggu, karena merupakan adu kuat lulusan sepakbola dalam negeri dan luar negeri. Jika tak mampu mengatasi lawan-lawannya, Timnas Aceh dan Pemerintah Aceh akan menjadi sasaran serapah.
Ekspektasi tinggi publik terhadap ‘Timnas’ Aceh itu adalah sesuatu yang wajar. Sudah lama masyarakat Aceh haus akan hadirnya sebuah tim berkualitas di tanah leluhurnya. Selama ini bakat-bakat sepakbola di seluruh Aceh tenggelam dalam pusara konflik dan kemelut ekonomi. Begitu banyak anak Aceh yang pintar ngocek bola ketika masa kanak-kanak di kampung-kampung, kemudian menjadi awak meukat eungkot, kenet moto, dan harlan di kala dewasa. Potensi anak Aceh layu sebelum berkembang.
Maka itu, upaya pemerintah mengirimkan 30 anak usia 15 tahun untuk belajar sepakbola ke Paraguay 2008 lalu patut dihargai. Paling tidak, pemerintah telah berani melakukan terobosan. Berhasil tidaknya program ini tentu harus ditilik secara komprehensif, tidak pada pada satu aspek, seperti hasil pertandingan segitiga yang akan berlangsung ini.
Tonggak Awal
Ekspektasi yang tinggi terhadap tim itu boleh-boleh saja. Apalagi dana yang telah dihabiskan untuk program ini mencapai Rp45 Milyar. Tapi ingatlah, proyek serupa sudah seringkali dilakukan oleh PSSI dan sampai saat ini belum membuahkan hasil maksimal. Kita tentu masih ingat dengan Tim PSSI Primavera dan Baretti yang pernah belajar di Italia di era 90-an. Italia adalah kiblat sepakbola saat itu. Masih ada pula program serupa PSSI ke Belanda. Termasuk tim S.A.D PSSI yang belajar di Uruguay.
Oleh sebab itu, harapan melangit dari masyarakat dan pemerintah hendaknya tidak membuat mereka lupa bahwa kita masih di bumi yang membutuhkan logika dan pengalaman panjang untuk sebuah kesuksesan. Tiga tahun di Paraguay tidak akan mengubah segalanya tentang sepakbola kita. Tapi letakkanlah program ini sebagai tonggak awal pembinaan yang lebih serius dan berjangka panjang.
Saya pikir, pernyataan bahwa turnamen ‘segitiga muda’ itu menentukan masa depan pembinaan sepakbola Aceh, tidaklah arif. Laga segitiga ini juga bukanlah The Judgement Day, hari penghakiman. Saya pikir komentar dan pemberitaan seperti itu hanya akan mengganggu psikologis para pemain ‘Timnas’ kita. Jangan bebani mereka dengan kemenangan dong. Tapi berilah motivasi agar mereka bisa bermain lepas, sebab dengan demikian kemampuan mereka akan lebih tereksplorasi dengan baik.
Bagi saya, laga ‘segitiga muda’ itu hanyalah satu aspek dari sekian banyak aspek yang perlu dievaluasi terkait pembinaan sepakbola kita. Misalnya, sistem perekrutan awal yang lebih baik, pelatih yang lebih baik, maupun konsep yang lebih baik. Apapun hasil dari pertandingan segitiga itu, ‘Timnas’ Aceh tidak boleh dibubarkan. Mereka harus tetap dipertahankan dan dibina kembali di Banda Aceh. Saat ini mereka baru berusia 18 tahun. Mereka masih akan berkembang tiga tahun ke depan. So, bek meu’en tak sigolah!
Lukman Emha adalah Pecinta sepakbola.