Dialog Politikus dengan Pelacur

Politikus dan Seorang Pelacur

Harlan

Ada sebuah ungkapan yang selalu saya kutip. Ungkapan itu berbunyi begini: jangan pernah percaya teman yang kamu temui dalam politik; jangan percaya pelacur sedang telanjang mengatakan cinta kepadamu.

Ungkapan di atas sangat cocok mengomentari meme ‘nakal’ yang saya lampirkan dalam tulisan ini. Soalnya, apa yang saya tulis ini awalnya memang terinspirasi dari meme tersebut, meski kemudian saya kehilangan meme tersebut. Belakangan, ada seorang teman yang mengirimkan kembali meme itu dalam sebuah obrolan di grup WhatsApp. Inilah yang membuat tulisan ini terasa lebih lengkap.

Konon, suatu hari, seorang politikus dari negeri antah-berantah, mengunjungi sebuah rumah bordil langganannya, sesuatu yang sering dilakukannya setelah urusan politik selesai. Sebagai pelanggan tetap, sang politikus ini selalu mendapat layanan nomor satu, dan kehadirannya pun ditunggu oleh pemilik rumah bordil, yang dipanggil dengan sebutan mami.

Meme dialog politikus dan seorang pelacurMengapa politikus tersebut tampak istimewa? Bukan apa-apa, selain punya selera humor yang bagus, dia orangnya cukup royal, sehingga jadi primadona para pekerja di rumah bordil itu. Si pemilik tempat pun selalu menawarkan barang bagus tiap sang politikus menyambangi tempat itu, setiap akhir pekan, seperti biasanya.

Maka, pada kunjungan tersebut, dia ‘disodorkan’ wanita yang digambarkan oleh pemilik rumah bordil sangat jago melayani pelanggan. Wanita itu termasuk penghuni baru di ‘rumah mesum’ yang berada tidak jauh dari markas militer. Karena letaknya itu, rumah bordil ini tak pernah terkena razia Satpol PP.

Awalnya si politisi itu agak canggung ketika diperkenalkan dengan sang ‘bintang’ baru itu. Mereka baru kali itu bertemu dan belum pernah terlibat kerjasama dalam urusan ranjang. Lalu, selepas basa-basi sebentar, keduanya kemudian memilih tempat untuk mojok dan terlibat pembicaraan di sudut ruangan dengan cahaya lampu remang-remang. Dua gelas minuman beralkohol sudah terhidang di meja mereka. Prosesi minum-meminum itu adalah semacam salam pembuka, sebelum melangkah lebih jauh.

“Kamu benar-benar cantik,” kata politikus pada wanita di hadapannya, memulai pembicaraan.
“Ah, bapak pasti sedang membual,” kata si wanita.
“Jujur, dari semua wanita di sini, kamu yang paling cantik.”
“Tak percaya. Semua wanita juga bapak bilang begitu, kan?”

Keduanya lalu menenggak minuman, tentunya setelah melakukan tos. Suasana jadi hening sejenak. Si politikus lalu menghisap rokoknya dalam-dalam, dan asapnya mengepul ke udara. Sebagian mengenai wajah penuh make-up wanita di hadapannya.

Lalu, si politikus bilang: “saya seorang yang jujur, tidak pernah berdusta. Apa yang saya sampaikan itu fakta, apa adanya.” Dia diam sebentar, mungkin untuk memberi efek magis plus romantis, bahwa dia memang pria yang jujur. “Kamu masih virgin?” tanya dia kemudian.

Mendapat pertanyaan seperti itu, si wanita sempat terdiam sesaat. Pertanyaan begini tentu saja aneh di telinga para pelacur mana pun. Tidak di hotel berbintang atau di bawah jembatan kota, tempat wanita penghibur murah menjajakan ‘barangnya’.

Cepat-cepat dia menghisap rokok putih yang terselip di jari tangan kirinya, dengan penuh percaya diri, seakan sudah terbiasa menghadapi suasana demikian. Sebagai wanita penghibur, dia sudah sering berhadapan dengan pertanyaan basa-basi itu. Dan, dia selalu menemukan cara dan jalan keluar.

“Saya masih virgin. Saya juga tipe wanita setia. Tidak suka bergonta-ganti pasangan,” jawab si wanita yang hari itu sudah melayani empat lelaki tua. Dia tersenyum sinis ke arah politikus, yang sepertinya baru tersadar seakan saus tomat baru saja mendarat di pipinya. []


Note: Catatan ini sudah tayang di akun Steemit @acehpungo

Leave a Comment