Hakim Periksa Asisten Pribadi Bupati Aceh Utara

Harlan

Banda Aceh – Majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh, Kamis (13/10), memeriksa Nurdin Sabon, asisten pribadi Bupati Aceh Utara, sebagai saksi dalam sidang perkara korupsi deposito Rp220 miliar dengan terdakwa Ilyas A Hamid dan Syarifuddin, yang juga Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara. Kini, kedua petinggi Aceh Utara tersebut sudah dinonaktifkan sejak Senin (10/10) lalu.

Namun, saksi Nurdin Sabon, hadir ke persidangan dalam kondisi sakit akibat stroke yang menyerangnya sejak Desember 2010. Karena itu, penasihat hukum kedua terdakwa memohon kepada majelis hakim agar membatalkan pemeriksaan saksi Nurdin Sabon (55).

“Saksi Nurdin Sabon tidak bisa diperiksa mengingat penyakit stroke dideritanya. Kalau terjadi apa-apa, siapa yang bertanggung jawab,” kata Sayuti Abubakar, penasihat hukum terdakwa.

Sementara, jaksa Nilawati mengatakan, sebelum menghadirkan saksi, pihaknya sudah mengonfirmasikan kehadirannya. Yang bersangkutan bersedia diperiksa dalam persidangan itu.

“Keterangan saksi Nurdin Sabon penting untuk mengungkap fakta persidangan perkara ini. Yang bersangkutan juga sudah menyatakan siap memberikan keterangan,” katanya.

Majelis hakim diketuai M Arsyad Sundusin SH dan didampingi hakim anggota Abu Hanifah SH dan Ainal Mardiah SH menanyakan kesanggupan saksi untuk diperiksa.

“Apa saudara siap untuk diperiksa. Kalau tidak, saudara bisa mengundurkan diri dan menyampaikannya dalam persidangan ini,” tanya hakim anggota Abu Hanifah.

Menanggapi pertanyaan itu, saksi Nurdin Sabon mengatakan dirinya siap diperiksa dengan catatan tidak terlalu lama, mengingat dirinya belum sembuh benar sejak terserang stroke Desember 2010.

“Saya hanya sanggup memberi keterangan paling lama 25 menit. Kalau terlalu lama, saya khawatir penyakit saya kambuh,” kata saksi yang hadir ke persidangan menggunakan tongkat dan dipapah kerabatnya.

Saksi Nurdin, asisten pribadi Ilyas A Hamid, yang juga terdakwa satu dalam perkara tersebut, mengaku tidak tahu menahu soal bobolnya deposito Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Rp220 miliar.

“Saya tahu deposito itu bobol dari media massa. Pak Bupati juga tidak pernah bercerita apa-apa tentang uang tersebut. Hanya saja saya pernah diajak ke Jakarta dengan mengantarkannya ke sejumlah bank,” aku dia.

Saksi juga tidak mengenal dekat dengan Lista Andriani dan Yunus Kiran, yang disebut majelis hakim ikut terlibat bobolnya deposito tersebut. Kedua nama itu diketahuinya ikut terlibat juga dari pemberitaan media massa.

“Yang saya tahu, Yunus Kiran itu Direktur PDAM Tirta Mon Pase, perusahaan air milik pemerintah Aceh Utara. Selain itu, Yusuf Kiran juga ketua Tim Asistensi Bupati Aceh Utara,” katanya.

Setengah jam setelah diperiksa, saksi Nurdin Sabon memohon diri beristirahat. Majelis hakim mengabulkan permohonan tersebut. Saksi meninggalkan ruang sidang dengan dipapah kerabatnya.

Sedangkan saksi lainnya, Saifan (43), mengaku bingung menerima transfer dana Rp540 juta dari Yunus Kiran, yang juga pamannya, di rekening BCA miliknya pada 15 April 2009.

“Uang itu ditransfer dua kali, pertama Rp480 juta dan kedua Rp60 juta. Setelah uang itu masuk rekening saya, Cik Yunus (Yunus Kiran) menelepon dan mengatakan agar uang itu ditransfer ketika diminta,” katanya.

Setelah 27 hari uang itu di rekening saksi, Yunus Kiran meminta kemenakannya itu mentransfer ke rekening bank atas nama Jafaruddin Abdullah.

Si penerima uang itu diketahuinya merupakan kuasa hukum terdakwa Ilyas A Hamid. Itu pun setelah majelis hakim memberi tahu siapa penerima transfer dana dari saksi Saifan.

Sementara, saksi ketiga yang dihadirkan, yakni Usmani (46), sopir mobil pengamanan tertutup (pamtup) Bupati Aceh Utara. Namun, saksi mengaku tidak tahu apa-apa tentang bobolnya deposito Rp220 miliar tersebut.

“Saya tidak tahu apa-apa tentang masalah ini. Tugas saya yang menyopiri mobil pamtup ketika Bupati bertugas di dalam daerah. Saya juga tidak pernah mengantar mengurusi deposito tersebut,” katanya.

Sidang dilanjutkan Rabu (19/10) pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya. Majelis hakim memerintahkan JPU menghadirkan saksi tepat waktu.

Terdakwa Ilyas A Hamid dan Syarifuddin didakwa mengorupsi APBK Aceh Utara 2008 Rp220 miliar dengan mendepositokannya ke Bank Mandiri di Jakarta.

Deposito dengan jangka waktu Februari hingga Mei 2009 dibobol, sehingga Pemerintah Kabupaten Aceh Utara kehilangan uang dua ratusan miliar rupiah.

Atas perbuatan tersebut, JPU menjerat kedua terdakwa dengan dakwaan primair dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Selain itu, JPU juga menjerat kedua terdakwa dengan dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. [Antara]

Leave a Comment