Bagaimana Cara Mengajar yang Baik, dan Bagaimana Cara Mengajar yang Jahat

Rio Pauleta

 

Sementara ini saya sudah mengajar dari tahun 2010 -dipotong micro teaching, PPL dan KKN). Maka saya merasa pantas menulis ini, karena juga  hamba Allah ini sudah mengajar di bebepara sekolah dan sudah melihat asam garam (kebetulan saat itu guru ngerujak)  guru dari yang terbaik sampai terparah. Aneh dan ajaib adalah walaupun sudah ditetapkan oleh pemerintah kalau guru mengajar itu harus merencanakan dan lengkap semua perangkat mengajar, guru tetap punya tabiat sendiri yang dibawa semenjak dia bagaimana pertama mengajar. Mau ikut berapa pelatihan pun, masih tetap berulang seperti itu dia ngajar.

Baiklah daripada berbelit, berkelit sampai sembelit saya langsung saja kecontohnya. Pak Kemal misalnya, beliau adalah guru agama  senior, walaupun hanya tahu satu agama, yaitu Islam, dia ditetapkan sebagai guru agama. Pak Kemal selalu mengajar dengan metode ceramah. Saat pertama masuk beliau langsung menyuruh anak-anak duduk dan medengar ceramah beliau sampai dua jam. Beliau kemudian mengikuti pelatihan guru, lalu di pelatihan kata tutornya anak-anak supaya lebih aktif dan kreatif serta perilaku sosialnya lebih baik, maka anak-anak harus belajar berkelompok. Pak Kemal lalu setelah pelatihan kembali ke sekolah, anak-anak sekarang disuruh duduk berkelompok, lalu dia menyuruh anak-anak duduk di kelompoknya, dia tetap berceramah selama dua jam.

 

Ibu Vira lain lagi ceritanya, dia adalah guru masa lalu yang masih menganut sekte Catat Buku Sampai Abis (CBSA) tiada hari tanpa ibu ini masuk dengan tanpa catatan, musim berubah, tahun berganti, #gantipresiden masih saja mencatat. Beliau bahkan jarang masuk, tapi tetap anak-anak juga harus masuk dan mencatat sementara dia keluar kelas, memantau anak-anak supaya tak keluar kelas. Memang mencatat adalah cara mengikat ilmu, tapi guru yang baik adalah menyederhanakan tulisan yang panjang itu menjadi rangkuman, resensi, kesimpulan atau ibroh yang bisa diambil dari teks yang panjang itu.

 

Pak Diyus adalah guru melek teknologi kekinian. Selain guru dia juga aktif di dunia perfileman dalam bidang menonton film. Maka saat pembelajaran dia membawa proyektor dan anak-anak selalu senang saat pak Diyus masuk dan mereka belajar sambil menonton, kadang juga menonton sambil belajar dan acapkali menonton saja tidak belajar sampai dua jam.

Yang paling baik diantara mereka adalah Pak Rio, adalah guru baru di sekolah. Dia paham dan hafal kompetensi dasar, kompetensi inti, kriteria kelulusan minimal, kalender pendidikan, apa saja materi semester ini, apa saja materi 200 tahun kedepan, hafal nama anak-anak, nama kakak mereka, dimana rumahnya, makan apa siangnya dan hafal jam berapa labi-labi berhenti di depan sekolah, bagaimana strategi dan metodologimengajar, dan hafaltulisan-tulisan di bak truck.

Saat masuk ke kelas yang pertama kali beliau lakukan adalah mengecek kesiapan peserta didiknya, kemudian mengecek kelas apakah sudah bersih, kalau belum bersih beliau akan bersama anak-anak memungut dan membuang sampahketongnya. setelah itu     beliau   memulai kelas dengan menyapa dan menanya pada anak-anak bagaimana keadaan mereka. Kegiatan awal diiringi dengan mengecek papan tulis, alat-alat elektronik di kelas seperti projector dan speaker apakah berfungsi lalu anak-anak ditanya apakah mereka mengingat pelajaran sebelumnya? Kemudian biasanya Pak Rio memutar video inpiratif selama enam menit. Lalu anak-anak ditanya lagi apa pendapat mereka tentang video itu, kalau videonya berkaitan dengan pelajaran, maka bisa jadi video lebih panjang. Lalu beliau masuk pada kegiatan inti, masuk kepada materi anak-anak dipaksa mendengar.Yang penting dicatat dan Pak Rio menampilkan point-point penting pelajaran di layar proyektor.

Lalu anak-anak pada saat sudah mengerti mulailah kita bimbing mereka berkarya, mengkreasi sendiri dengan kreatifitasnya tentang materi hari ini, baik itu membuat teks, surat, kalimat ataupun membuat apa-apa saja yang disuruh buat di materi. Kelas lalu ditutup dengan doa, supaya apa-apa yang kita belajar diridhai Allah.

Leave a Comment