Banda Aceh – Malang benar nasib Beru Simeutuah, bayi asal Wih Nareh, Pegasing, Aceh Tengah. Bayi pasangan Prawira (36) dan Nikmah Yani (32) ini menderita ensefelokel (pembengkakan selaput otak) sejak lahir. Akibatnya, bayi berumur delapan bulan ini harus menjalani dua kali operasi.
Penyakit yang diderita Beru membuat pertumbuhan otaknya tidak berjalan normal. Meski sudah dua kali operasi, kondisi bungsu dari empat bersaudara ini belum juga membaik. Bahkan, operasi pertama pernah mengalami kegagalan.
Menurut Nikmah Yani, sejak lahir delapan bulan lalu, bayinya langsung dirawat di Rumah Sakit Datu Beru Takengon. Namun, karena tak cukup alat dan tenaga ahli, bayi tersebut terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA) Banda Aceh.
Untuk memudahkan pembuangan cairan di kepala sang bayi, pihak rumah sakit harus memasang selang. Meski cairannya mengering, kini di kening bayi tersebut ada lobang yang cukup dalam.
“Lobang itu hanya bisa ditutupi bila dilakukan operasi dengan mengangkat tulang rusuk si bayi,” ujar sang Ibu.
Terkait biaya pengobatan, Nikmah Yani mengatakan, selama ini biaya operasi dan pengobatan berasal dari bantuan pihak keluarganya dan hasil pendapatan sang suaminya yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang cat di salah satu cabang perusahaan rokok di Banda Aceh.
“Biaya pengobatan anaknya dan juga operasi ditanggung program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA),” kata Nikmah.
Namun, lanjutnya, tidak semua kebutuhan obat tercover melalui program JKA. Nikmah sekarang sangat gundah, karena menurut dokter untuk mengembalikan fungsi otak pascaoperasi, anaknya harus mengonsumsi obat dengan harga Rp1 juta per minggu. “Kata dokter agar jaringan otaknya dapat kembali berfungsi dengan normal,” katanya lirih.
Beru Simetuah atau perempuan yang mulia membutuhkan bantuan untuk membantu biaya pengobatannya.
Untuk memudahkan mengontrol perkembangan penyakit anaknya, kedua orang tuanya terpaksa mengontrak rumah di Blok D, komplek perumahan bantuan masyarakat China, Neuheun, Aceh Besar. [ihsan]