DPR Kritik Program Sehari Tanpa Nasi

Harlan

Jakarta– Anggota Komisi IV DPR RI, Ian Siagian, mengkritik aturan pemerintah Kota Depok soal program sehari tanpa nasi. Aturan ini dinilai bertentangan dengan citra bangsa Indonesia karena beras telah menjadi sumber makanan pokok Indonesia sejak lama.

“Beras adalah ciri khas bangsa Indonesia. Saya menentang keras kebijakan one day no rice,” kata Ian pada diskusi di Jakarta, Minggu (4/3).

Ian mengatakan, Pemkot Depok seharusnya membuat aturan sehari tanpa mi atau one day no noodle. Ini dikarenakan Indonesia melakukan impor gandum, bahan baku mi, dalam jumlah besar setiap tahun. Anggota Pansus RUU Pangan itu mengatakan, DPR akan memasukakn beras sebagai bahan makanan pokok Indonesia ke dalam batang tubuh undang-undang pangan.

Terkait aturan ini, Pemerintah Kota Depok ingin membiasakan warga mengonsumsi kentang, singkong, umbi-umbian. “Kami ingin membiasakan masyarakat tidak tergantung pada bahan pangan dari beras sebab lahan pertanian semakin terbatas. Sementara, banyak bahan makanan nonberas yang dapat dikonsumsi,” kata Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Pemerintah Kota Depok Heri Pansila, Selasa (14/2), di Depok.

Pengajar Kebijakan Publik Universitas Indonesia Andrinof Chaniago menilai pemberlakuan aturan ini harus dikaji lebih dalam. Menurut dia, jika tujuannya untuk mengurangi konsumsi nasi, langkah itu harus dilakukan secara masif dari lingkungan terkecil, misalnya tingkat RT dan RW. Cara lain yang bisa dilakukan adalah melibatkan semua pemangku kepentingan bergerak bersama setiap hari Selasa untuk memberi contoh tidak mengonsumsi nasi.

“Melarang penjual di lingkungan kantor pemerintah sangat kecil dampaknya. Kebijakan ini terkesan memaksakan,” ujar Andrinof.

Sementara itu, pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ikhsan Darmawan, berpendapat bahwa aturan ini sebaiknya dilakukan melalui imbauan yang tidak memaksa. Seiring dengan itu, diperlukan sosialisasi kepada semua warga sebelum diperluas setelah sebelumnya diberlakukan di kalangan pemerintahan.

“Untuk saat ini lebih baik diimbau dahulu saja, jangan dimasukkan dalam payung hukum. Pemerintah juga perlu melihat bagaimana respons masyarakat terhadap pelaksanaan program ini,” tutur Ikhsan.

Menurut dia, perlu waktu untuk mengubah kebiasaan warga yang sudah tergantung pada nasi. Karena itu, aturan ini akan bermasalah jika langsung dibuatkan payung hukum. “Apalagi tidak ada pasal yang secara khusus membicarakan hal ini dalam Undang-Undang Dasar 1945,” katanya.[kompas.com]