Walau saya belum menjadi suami, dan beberapa teman saya sudah, nyatanya mereka mampu menjadi suami yang baik dan juga penyayang istri. Sikap itu bukan pura-pura, itu nyata adanya dan semuanya lahir dari hati tulus dan rasa tanggungjawab yang mereka ikrarkan dulu di depan penghulu. Alhamdulillah, mereka pun mampu menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
Berkata tentang suami yang baik, pernah suatu kali saya berkesempatan menemani teman saya belanja ke pasar. Kata si teman, ia hari itu harus belanja keperluan dapur. Padahal, sebelumnya ia lupa akan tugasnya karena kami sedang asik bergosip ria di atas jok motor. Begitu ingat, ia serta merta membujuk saya untuk menemaninya pergi ke pasar Peunayong. Sebagai teman tentu saya sangat tidak keberatan, apalagi hanya menemani saja.
Motor putar arah, melewati Jalan Diponegoro, dan kami singgah di ATM BRI kantor cabang Banda Aceh, di samping hotel Lading. Teman saya turun, dan bergegas menuju kamar ATM di pojok kiri gedung sebelum pintu utama. Sementara saya hanya menunggu di motor, saya perkirakan butuh waktu kurang dari lima menit untuk menunggu teman. Itu belum seberapa dibanding menunggu sesuatu yang tidak pasti.
Uang sudah di saku, dan motor pun kembali ia tunggangi dengan kecepatan rata-rata, tidak lamban dan tidak pula kencang. Setelah lewat jembatan Peunayong, kami belok kiri, dan tibalah kami di depan pasar ikan. Bau khas pasar ikan pun sekejap harus kami hirup. Kurasa, di semua tempat aroma pasar ikan semi tradisional tetap sama, sedikit amis dan kurang mengenakkan. Sekeliling, riuh para pedagang ikan seperti suara kawanan tawon yang sedang terbang.
Temanku mendekat, tangannya diselipkan di belakang pinggul, dan mulailah ia melobi si pedagang ikan. Kuperhatikan, kali ini temanku tidak terlalu berhasil merayu si pedagang. Malah sebaliknya, si pedagang yang berhasil merayu temanku. Dan kata setuju pun terucap dari mulut si teman, dua potong ikan seharga 45 ribu pun dibungkus. Tapi urusan belanja si suami belum selesai sampai disini.
Langkah kaki mengarah ke pedagang bahan dapur, itu tak jauh dari pedagang ikan. Hanya hitungan puluhan langkah saja, dan kami sudah di depan lelaki tua yang sedang menunggu pembeli datang, tidak lain itulah kami. Kali ini si teman tidak mengoceh untuk menawar harga, kurasa ia tidak mau terlihat seperti lazimnya perempuan saat berbelanja, sepuluh macam ditanya dan hanya satu macam yang dibeli.
Temanku hanya mengatakan kebutuhan saja, bawang merah sekian, cabai sekian, ini sekian, dan itu sekian. Lalu ia diam, dan penjual langsung memasukkan semua belanjaan dalam kantong kresek. Tapi kata si teman, ada satu macam lagi yang belum ia beli, yakni reubong kala. Lirik sana lirik sini, reubong kala tetap tidak terdeteksi. Ya sudahlah, reubong kala dicari besok pagi saja. Setidaknya bisa dibeli yang lebih segar.
Sore itu, selesai sudah semua tugas untuk seorang suami yang baik seperti si teman saya. Dan tugas ini tidak hanya dikerjakan kali ini, tapi sudah dan akan dilakukan berkali-kali. Dan kebetulan hari itu aku berkesempatan menyaksikan sendiri bagaimana sikap seorang suami yang bukan hanya sekedar suami-suamian. Andai semua suami demikian, pastilah si istri senang.[]