lenin

Lenin dan Seekor Rubah Cantik

Taufik Al Mubarak

Lenin tergila-gila pada catur seperti dia tergila-gila pada buku. Di penjara pun ia tak akan melewatkan kesempatan bermain catur. Lenin memang beruntung lahir di Rusia, negara di mana semua orang memiliki DNA catur dalam darahnya. Kegilaan Lenin pada catur mungkin saja hanya kalah oleh seekor rubah cantik.

Sebagai tukang buat onar, keluar masuk penjara sudah menjadi aktivitas rutin bagi pria dengan dahi sedikit lebar itu. Lenin mungkin bisa tahan berhari-hari tidak makan, namun tidak dalam urusan catur. Di penjara di mana ia dikurung bersama teman-temannya tukang buat onar, tak sehari pun dia melewatkan waktu tanpa bermain catur.

Seperti penjara lainnya di Rusia, penjara tempat Lenin ditahan tidak menyediakan papan catur untuk para tahanan. Namun, bukan Lenin namanya jika tidak punya akal cerdik. Untuk melampiaskan hasratnya bermain catur, dia dan temannya menggunakan kode berupa ketukan, sebagai tanda bahwa permainan catur sedang berlangsung.

Dia kemudian dibuang ke Siberia setelah pengadilan menghukumnya tiga tahun. Ia ditemani oleh kekasihnya Nadya Krupskaya, orang yang sangat tergila-gila dengan ide revolusi Lenin. Mereka hidup serba kekurangan di pengasingan itu. Konon, mereka lebih sering tertidur dengan perut kosong dan lapar, dan hal itu terjadi berulangkali.

Lenin yang tidak punya keahlian berburu, dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka harus berburu untuk mendapatkan bahan makanan jika tak ingin terus menerus tidur dalam kondisi lapar. Suatu hari, bersama sang kekasih, Lenin berburu rubah di kawasan rawa Siberia. Seekor rubah mencundanginya dengan menyelinap di depannya begitu cepat. Lenin begitu terpana, namun tetap berusaha mengejar rubah itu. Anehnya, dia sama sekali tak berhasrat menembak hewan itu, dan hanya melihatnya dengan mata tak berkedip.

“Oh my God! Kenapa kamu tidak menembak rubah itu, sayang?” Nadya membuatnya tersadar dari lamunan.

Lenin malu sekali. “Rubah itu terlalu cantik, sayang,” jawabnya. “Aku tidak tega menembaknya.” Mereka pun pulang tanpa membawa hewan buruan apa-apa, kecuali seekor tikus liar seukuran lengan anak kecil. Hanya tikus itulah santapan malam mereka, dan Lenin justru tidak bisa tidur nyenyak setelah itu: dia muntah-muntah.

**
Lenin memang sosok luar biasa, tapi tak ada kejadian aneh dan luar biasa yang terjadi ketika bocah bernama lengkap Vladimir Ilyich Lenin itu lahir ke dunia ini. Padahal, Hitler yang begitu dibenci oleh Lenin, ketika lahir dikabarkan satu deretan toko di Austria musnah dilalap si jago merah. Atau saat Winston Churchill lahir, sebuah istana di London nyaris ambruk ke sungai Thames, sebelum regu penyelamat membunyikan alarm tanda bahaya, dan bala bantuan datang seperti gerombolan kelewar, menyelamatkan satu-satunya istana yang memiliki hantu peliharaan di dalamnya.

Karl Marx atau Engels yang biasanya menggigil kedinginan tiap terjadi hal luar biasa pun bahkan tidak menyadari ada kelahiran Lenin. Toko di Rusia tidak perlu tutup menyambut kelahiran ini, kecuali satu pintu toko karena menghindari penagih sewa. Di kemudian hari, toko itu ditutup selamanya, dan di bekas berdirinya toko dibangun sebuah monumen yang di atasnya cuma ditulis satu kalimat saja: tempat ini dikutuk!

Lenin lahir normal seperti bayi lainnya, dan hanya dibantu seorang bidan miskin, yang di kemudian hari ketika Lenin berkuasa diusulkan jadi pahlawan revolusi. Koran-koran di Rusia alpa mengabarkan berita kelahiran bayi yang kelak justru mengubah Rusia secara total. Ketika Lenin berkuasa, koran-koran yang tak mampu meramal masa depan itu ditutup dengan alasan yang tidak dituliskan dalam konstitusi.

Memang, ketika Tsar masih berkuasa, selain kelahiran anak keluarga kerajaan, koran dilarang memuat berita kelahiran. Satu-satunya pengecualian saat itu hanyalah kelahiran seorang anak dengan kemampuan luar biasa: mampu bermain catur! Naas baginya, ia justru ditembak mati hanya karena satu kesalahan kecil: salah saat melangkahkan kuda di papan catur. Di Rusia kesalahan seperti itu tidak dapat dimaafkan bahkan oleh orang tuanya sekali pun.

Aku sendiri nyaris tidak mengenal Lenin, kecuali melalui kabar yang kusimak dari media dan juga buku-buku yang kubaca. Selebihnya tidak ada. Bahkan ketika aku memancing ikan Sturgeon di Danau Volga, aku belum juga tahu kalau Lenin lahir tak jauh dari tempat itu.

Temanku, seorang pria bertubuh ringkih yang menemaniku berburu spesies langka di Sungai Volga, memberitahuku bahwa Lenin sering memancing tak jauh dari tempatku melempar joran. “Ia bisa seharian di sana,” katanya menunjuk pada sebuah batu berukuran besar, tempat di mana Lenin sering menunggu umpannya disambar predator Volga dengan sabar. “Ia selalu membawa papan catur untuk membunuh suntuk,” lanjutnya kemudian. Aku hanya bisa mengangguk.

Dari buku sejarah yang kubaca, tertulis jika Lenin lahir di Simbarak, kawasan di tepi Danau Volga pada 10 April 1870. Ia, enam bersaudara dari seorang ayah yang berprofesi sebagai dokter sekolah, dan ibu seorang dokter anak-anak. Cerita yang kudengar dari temanku, Lenin kecil tipe anak yang periang dan sangat menikmati masak kanak-kanaknya.

Jika tidak sedang bermain sky, dia bersama teman-temannya akan bermain catur di sebuah gubuk di atas bukit, atau kadang-kadang menggiring hewan gembala menjauhi kawanan beruang. Pernah suatu kali, seekor beruang nyaris membuat kakinya putus jika saja seorang temannya tidak menancapkan ujung tombak di leher beruang itu. Setelah kejadian itu, ada sesuatu yang berubah pada Lenin: dia kerap tidak bisa menahan kencingnya. Malah, kencingnya dianggap mengandung sejenis racun, yang oleh koran Soviet fakta itu ditutup rapat-rapat.

Aku mendengar soal rumor ini dari temanku, seorang tua bangka bertubuh ringkih yang aku kenal lewat situs eBay. Di situs jual beli online itu, dia menjual minyak babi yang konon cukup manjur untuk membangunkan “rudal” seorang pria yang bertahun-tahun tak mampu berdiri tegak lagi.

Suatu kali, saat kami asyik memancing ikan Sturgeon, dia tiba-tiba menyelutuk. “Kamu tahu, kenapa hanya satu pohon saja yang tidak berbuah di sini, padahal pohon lain justru berbuah lebat sekali,” tanyanya. Aku cuma menggeleng. “Di situ dulunya Lenin pernah buang hajat,” katanya. Rupanya, Lenin tak hanya memiliki air seni yang mematikan, namun juga beol yang legendaris. Aku pun makin kagum pada sosok yang memicu revolusi Bolshevik itu.

**
Rasa kagum pada Lenin membawaku ke London. Berdasarkan petunjuk orang tua bertubuh ringkih di Moskow, aku diminta mengunjungi sebuah pustaka yang sudah disulap sebagai museum di pusat Kota London. Menurut dia, ada seorang pria yang seluruh rambutnya kini berwarna perak, mengetahui kehidupan Lenin di negeri Ratu Elizabeth itu luar-dalam.

“Dia tahu persis di mana Lenin duduk, berapa buku ditumpuk di atas mejanya, dan berapa lama dia berada di sana,” katanya.

Di sebuah pustaka di London, aku memang bertemu dengan seorang pria ubanan penjaga pustaka. Dia mengaku menjadi penjaga pustaka karena sial saja. “Sejak umur 10 tahun aku sudah menghabiskan waktu di pustaka ini,” katanya. Dia bahkan tidak bisa menghitung lagi berapa judul buku yang sudah dicurinya dari pustaka yang kini dibiayai Pemerintah Kota London itu.

Suatu kali, aksinya mencuri buku diketahui oleh pekerja pustaka. Pria yang mengaku bernama Robert Harris itu diberi dua pilihan: masuk penjara atau menjadi pelayan pustaka. “Aku membayangkan, jika di penjara aku tidak bisa lagi mencuri buku, akhirnya aku memilih bekerja di pustaka ini,” kisahnya. Sejak itulah dia menjadi orang pertama yang memasuki pustaka itu. Makanya, jika ada pengunjung pustaka yang paling dihafal wajahnya sejak dulu, maka wajah orang itu adalah Lenin.

Ia mengaku pernah mengusir Lenin dari pustaka yang sudah menjadi rumah kedua bagi tokoh komunis Rusia itu. Ketika itu Lenin menyulap ruang baca di pustaka tersebut sebagai ruang pertemuan. Rupanya, hari itu, pejabat kota akan mengunjungi pustaka itu untuk mencari sebuah buku yang konon hilang dari ruang kerjanya. “Judulnya kalau tidak salah, Metode Pengobatan Sembelit,” kata Robert, sang penjaga pustaka. Lenin sama sekali tidak marah atas insiden pengusiran itu.

“Siapa pun yang memiliki penyakit sembelit, pasti akan melakukan banyak hal-hal gila,” tulisnya dalam sebuah buku, yang untuk alasan keamanan nasional, pemerintah Rusia melarangnya hingga hari ini.

Ketika kami sedang mengobrol di ruang pustaka itu, seorang wartawan (dari logatnya aku tahu dia dari Inggris) meminta waktu mewawancarainya. Dari hasil menguping, aku sempat mendengar kalau mereka sedang melakukan riset untuk pembuatan film dokumenter tentang Lenin. Sebagai penjaga perpustakaan Museum Inggris terlama, tempat Lenin menghabiskan tahun-tahun pengasingannya, Robert adalah kamus berjalan. Dia bahkan tahu berapa kali Lenin ke kamar kecil saat sedang membaca buku.

“Orang kurus berjanggut? Berpakaian kumal? Orang asing?” Robert berpikir sejenak, “Ya…ya saya masih ingat benar ia. Saya heran apa saja yang terjadi pada dirinya.”

Aku tiba-tiba terjaga. Sebuah buku, “Kisah Para Diktator” yang tadinya menutupi wajahku sedang disiram dengan susu oleh anakku yang masih kecil. Aku tersadar baru saja membaca kisah tentang Lenin. []

Note: tulisan ini sebelumnya sudah tayang di sini.

Leave a Comment